Senin, 22 April 2019

MATERI Bab X


BAB X. PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI DALAM ISLAM


Setiap orang yang beriman hendaknya mencari rezeki dengan cara yang halal. Seorang diperkenankan untuk melakukan berbagai usaha sesuai dengan kemampuannya.Ada yang berfrofesi sebagai pedagang, dokter, petani, atau bekerja di instansi pemerintah maupun swasta, dan lain sebagainya.Ada juga yang berfrofesi di sector jasa, seperti akuntan, guru, pengacara, notaris, perbankan, dan lain sebainya.

Allah Swt. telah  membuat berbagai aturan untuk hamba-Nya dalam menekuni sebuah profesi, guna mencukupi kebutuhan dalam hidup sehari-hari. Sebaliknya, Allah Swt. melarang seseorang melakukan praktik ekonomi yang jauh dari tuntutan syariah yang berakibat pada diri sendiri ataupun orang lain, seperti korupsi, bersaksi palsu, dan memakan riba.

Pada zaman modern ini hampir-hampir setiap orang tidak terlepas dari dunia perbankan, baik berbankan syariah maupun konvensional.Bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Gambar diatas menunjukanbahwa masyarakat kita sudah banyak yang menyadari akan prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu dengan bertransaksi di bank syari’ah.


v  Tilawah

Baca dengan tartil dan pahami ayat berikut selama 5-10 menit!

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٣٠﴾
وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ ﴿١٣١﴾ وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٣٢﴾
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾
v  Peta Konsep
 

















v  Mulahazah | (Mengamati)

Baca dan cermati berita dari salah satu media online berikut ini?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Industri perbankan syariah di Indonesia telah berusia lebih dari 20 tahun. Aset perbankan syariah telah tumbuh dari hanya Rp 7,85 triliun pada akhir Desember  2003 menjadi Rp 177 triliun pada akhir September 2013. Kehadiran perbankansyariah telah menjadi angin segar bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Menabung di perbankan syariah memberi kesempatan bagi masyarakat muslim untuk menabung sesuai dengan syariat dan ketentuan di dalam agama. Perbankan syariah dikenal sebagai industri yang tahan krisis.Ketika banyak bank yang dilikuidasi pada krisis moneter 1998, perbankan syariah tetap menjalankan bisnisnya seperti biasa.Tidak dimungkiri, krisis moneter memberikan dampak.Hanya dampaknya tidak sebesar di perbankan konvensional.Demikian halnya yang terjadi pada krisis 2008.Perbankan syariah cepat pulih dari dampak krisis.Ada beberapa hal yang membuat syariah tahan krisis. Pengamat eknonomi syariah sekaligus founder Karim Business Consulting, Adiwarman Karim mengatakan perbankan syariah tidak banyak bermain di valuta asing, terutama dolar. “Sehingga, ketika kurs dolar naik turun, perbankan syariah tidak merasakan dampaknya seperti perbankan konvensional,” ujar Adiwarman pada sela bedah buku Bank Syariah Setelah Dua Dekade di Jakarta. Sabtu (9/11). Selain itu, perbankan syariah merupakan bank ritel terbesar di Indonesia. Hanya sedikit dari total pembiayaan perbankan syariah yang disalurkan ke sektor korporasi sehingga dampak krisis tidak begitu dirasakan.

v  Tafakur | (Menanya)
Setelah mengamati artikel dari media online Republika di atas, kita bisa menangkap apa yang tersirat dalam artikel tersebut. Tulisan di atas membuktikan bahwa sesuatu yang berbasis syariah pasti akan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah al-Baqarah Ayat 276 sebagai berikut :
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦﴾
Artinya :
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa (QS. Al-Baqarah/2: 276)
Maksud dari memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya.Sementara yang dimaksud menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikelurkan sedekahnya atau melipatgandakan berkahnya.
Pada bab ini, kita akan mempelajari tentang prinsip dan praktik ekonomi Islam. Dengan harapan setelah mempelajarinya, kita akan lebih berhati-hati untuk tidak terjerumus dalam sistem ekonomi riba. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, pelajarilah pembahasan prinsip dan praktik ekonomi Islam tersebut dalam tafaqqah dan literatur lainnya yang relevan.
v  Taffaquh

Dalam dimensi ekonomi, Islam memberikan arahan dan bimbingan kepada umatnya untuk memegang teguh prinsip Al-Qur’an yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan.Dengan prinsip tersebut, diharapkan tidak ada satupun pihak yang merasa dirugikan atau pun dilanggar hak-haknya sebagai manusia.
      Konsep ekonomi Qur’an inilah yang akan membawa keberkahan hidup dan kesejahteraan antarsesama warga masyarakat. Untuk memahami lebih dalam tentang prinsip ekonomi dalam islam, berikut beberapa praktik eko-nominya.

A.      Memahami Makna Ekonomi dalam Islam

Untuk memahmi lebih lanjut mengenai makna ekonomi dalam Islam, sebaiknya kita mengetahui lebih dahulu hal-hal berikut ini.

1.        Pengertian Ekonomi dalam Islam

Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu Oikos dan No-mos. Oikos berarti rumah tangga (house-hold, sedangkan nomos berarti aturan, kaidah, atau pengelolaan. Dengan demikian, secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga.
Dalam bahasa Arab, ekonomi sering diterjemahkan dengan al-iqtisad yang berarti hemat, dengan perhitungan.Apabila kita simpulkan, pengertian ekonomi adalah aturan atau kaidah dalam pemenuhan dan pengelolaan kebutuhan rumah tangga.
Dalam ekonomi, mengatur pemenuhan kebutuhan rumah tangga erat kaitannya dengan masalah konsumsi, produksi, distribusi dan investasi serta yang lainnya.Jadi, prinsip ekonomi adalah mengatur semua hal yang berkaitan dengan masalah tersebutagar dapat memenuhi kenutuhan sehari- harinya, baik secara individu, kelompok, maupun masyarakat.
Pengertian ekonomi menurut Islam tidak hanya diartikan sebagai kaidah dan aturan dalam mengatur pemenuhan kebutuhan rumah tangga semata, namun juga disertai dengan landasan dan asas keislaman yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi menutut Islam adalah kaidah dan aturan yang didasarkan kepada Al-Qura’an dan hadis dalam rangka mengatur pemenuhan kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Pengertian ini dapat dimaknai sebuah pengertian dan ekonomi islam atau ekonomi syariah.
Adapun salah satu contoh praktek kegiatan Islam adalah praktik perbankan. Kegiatan perbankan ini akan dikategorikan sebagai praktik ekonomi syariah apabila dalam pengelolaannya didasarkan pada asas- asas Al-Qur’an dan hadis. Namun, apabila ternyata dalam pengelolaannya
terdapat unsur riba, padahal kegiatan riba itu dilarang dalam Islam maka dalam hal itu praktek perbankannnya bukanlah merupakan praktik ekonomi Islam atau ekonomi syariah.
2.        Dasar Hukum Ekonomi Islam
Seperti yang disampaikan diatas bahwa yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah kaidah dan aturan yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan hadis dalam mengatur pemenuhan kebutuhan rumah tangga sehari-hari.Hal ini menegaskan bahwa dasar hukum ekonomi Islam adalah Alqur’an dan hadis serta nilai-nilai yang digali dari keduanya, baik yang terdapat dalam ijma (kesepakatan para ahli agama) maupun qiyas (menyamakan status hukum dikarenakan adanya kesamaan illah).
Inti dari dasar hukum ekonomi Islam dimaksudkan adar dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga senantiasa memperhatikan status halal dan haramnya suatu materi yang kita gunakan. Selain itu, kita harus menghindarkan diri jangan sampai menggunakan dan memakan barang-barang haram yang bukan hak kita, sebagaimana yang diterangkan Allah SWT, dalam Q.S al-Baqarah Ayat 168 berikut ini.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِالشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿١٦٨﴾

Artinya :
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang ter-dapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.(Q.S. al-Baqarah/2: 168).

3.        Prinsip Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut.
a.         Barang yang digunakan dalam transaksi ekonomi (produksi,konsumsi, distribusi, dan investasi) adalah barang halal, baik halal secara zatiyyah maupun ‘aridiyyah.
Maksud dari barang halal secara zatiyyah adalah bahwa secara ma-teriil barang tersebut adalah halal bukan termasuk benda najis, seperti kotoran binatang dan lain sebagainya. Barang halal secara ‘aridiyyah adalah barang yang secara materiil halal dan bukan najis wujudnya, namun cara perolehannya adalah tidak dihalalkan, seperti kendaraan yang didapatkan hasil dari pencurian. Meskipun secara materiil tidak najis dan halal, namun karena cara memperolehnya adalah haram (mencuri) maka status materinya menjadi haram untuk digunakan dalam praktik ekonomi.
b.        Dalam kegiatan transaksi ekonomi baik produksi, konsumsi, distribusi, maupun investasi tidak mengandung unsur-unsur riba.


Secara bahasa, riba berarti pembesaran atau penambahan.Dalam bahasa yang lebih dikenal, riba sering diistilahkan dengan bunga (bank). Riba dibagi menjadi tiga macam, yaitu riba nasi’ah, fadl, dan  yad.
Pertama, riba nasi’ah adalah apabila kreditor (orang yang meminjamkan utang) meminjamkan uangnya pada batas waktu tertentu dengan memungut bunga sebagai tambahan kepada modalnya (pokok).Jika debitur (pihak yang meminjam) belum mampu membayar hutangnya pada saat jatuh tempo, kreditor bersedia memberikan tenggang waktu pembayaran diatas jumlah pokok yang dipinjamnya tadi.
Kedua, riba fadl adalah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan menyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya, namun jumlah tukarannya harus dilebihkan sebagai syarat penukaran.
Ketiga, riba yad adalah berpisahnya dari tempat akad sebelum timbangan diterima.
Praktik riba semacam ini, baik nasi’ah, fadl, maupun yad merupakan waktu transaksi yang dilarang dan dicegah oleh Islam.Allah SWT, berfir-man di dalam Q.S. Ali ‘Imran Ayat 130 sebagai berikut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٣٠﴾
Artinya :
Wahai orang-otang yang beriman! Janganlah memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.(Q.S. Ali ‘Imran/3: 130).
c.         Dalam kegiatan transaksi ekonomi tidak juga mengandung undur garar atau penipuan.
     Setiap kegiatan transaksi ekonomi tidak diperkenankan mengandung unsur garar. Misalnya, dalam transaksi jual beli, barang uang akan dijual itu harus ada tanpak terlihat oleh kedua mata, bukan dalam tempat yang tertutup sehingga orang tidak dpat melihat isi wujud asli dari barang yang akan dibelinya. Dengan melihat wujud barang yang akan dibeli, pembeli akan sangat yakin dengan barang yang dibelinya. Kemudian, tidak juga mengurangitimbangan yang merupakan bagian dari transaksi ekoomi Islam. Apabila dalam transaksinya mengandung nilai-nilai penipuan sehingga menyebabkan seseorang merasa dirugikan bagian, proses kegiatan ekonomi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai transaksi ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Allah SWT berfirman dalam Q.S. asy-Syu’ara Ayat 181) sebagai berikut :

أَوْفُوا الْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَ ﴿١٨١﴾


Artinya:
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain.
(Q.S. asy-Syu’ara/26: 181)

d.             Kegiatan transaksi ekonomi terjadi karena adanya kemauan dari kedua belah pihak yang bertransaksi.
Setiap kegiatan transaksi ekonomi terjadi karena adanya kemauan dari masing-masing pribadi orang yang melakukan transaksi, bukan karena ada paksaan salah satu pihak, bukan pula karena kondisi terpaksa, namun transaksi ekonomi tersebut benar-benar karena adanya pilihan dari pribadi masing-masing.Allah SWT, berfirman dalam Q.S an-Nisa’ Ayat 29 sebagai berikut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ﴿٢٩
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.(Q.S. an-Nisa’/4:29)

B.     Praktik Ekonomi Islam

Bentuk praktik dari kegiatan ekonomi Islam, baik itu dalam kegiatan produksi, konsumsi, distribusi, maupun investasi, antara lain sebagai berikut.

1. Bai’ (Jual Beli)
Jual beli atau bai’ adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu (akad). Allah Swt. berfirman di dalam Q.S. al-Baqarah Ayat 275 sebagai berikut.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴿٢٧٥﴾
Artinya:
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu

karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti maka apa yang diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(Q.S al-Baqarah/2:275)
Adapun rukun dan syarat jual beli adalah sebagai berikut.
a. Penjual dan Pembeli
Syarat bagi penjual dan pembeli adalah
1)   keduanya telah mencapai usia balig (dewasa menurut agama);
2)   keduanya berakal sehat ketika melakukan transaksi jual beli;
3)   keduanya berkehendak melakukan transaksi jual beli (tanpa ada paksaan).

b. Uang dan Benda
Syarat uang dan benda yang dibeli adalah sebagai berikut.
1)   Barang dan benda yang diperjualbelikan adalah sesuatu yang bukan najis menurut agama.
2)   Barang dan benda yang diperjualbelikan memiliki nilai manfaat.
3)   Barang dan benda yang diperjualbelikan dapat diserahkan. Barang atau benda yang tidak dapat diserahkan, seperti menjual ikan yang ada di dalam laut, jual belinya tidak sah.
4)   Barang dan benda yang diperjualbelikan dapat diketahui oleh penjual dan pembeli, baik wujudnya, sifatnya, bentuknya, maupun ukurannya.

c. Lafal Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan penjual, seperti “Saya menjual barang ini sekian”.Kabul adalah ucapan si pembeli, seperti “Saya terima (saya beli) dengan harga sekian.”


2. Salam (Pesanan)

Salam adalah menjuak benda atau barang hanya dengan menyebutkan sifat barangnya tanpa memperlihatkan zatnya, seperti “Saya menjual kepadamu meja tulis dari jati, ukurannya 140 x 100 cm tingginya 75 cm dengan sepuluh laci dengan harga Rp.2.000.000,00. Selanjutnya, pembeli berkata, “Saya beli meja dengan sifat tersebut dengan harga tersebut dibayar tunai”.Jadi transaksi pesanan barang yang uangnya dibayar di muka.Dalam hal ini barang yang dipesan termasuk utang yang harus dipenuhi oleh si penjual.Allah Swt. berfirman di dalam Q.S. al-Baqarah Ayat 282 sebagai berikut.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ...﴿٢٨٢﴾
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (Q.S. al-Baqarah/2: 282)

Adapun rukun dan syarat transaksi salam sebagai berikut :
a.    Ada penjual dan pembeli
Syarat penjual dan pembeli sama seperti syarat yang ada pada transaksi jual beli.

b.   Ada uang dan barang
Syarat uang adalah harus dibayarkan lebih dahulu ketika akad.Jadi, uang yang dibayarkan di muka, sedangkan barang diserahkan sesuai waktu yang telah ditentukan.Di sini status barang adalah utang yang haris dipenuhi si penjual sesuai waktu yang telah disepakati.

c.    Ada sigat atau lafal transaksi (ijab dan kabul).


3.      Syirkah (Perseroan)

Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha dengan modal, sistem kerja, dan pembagian hasil yang telah ditentukan dan disepakati oleh semua anggota syirkah.

Dilihat dari macamnya, syirkah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu syirkah ‘ainan dan syirkah amal.

a.      Syirkah ‘Ainan (Serikat Harta)
Syirkah ‘ainan adalah akad kerja sama antara dua orang atau lebih dengan cara memberikan sejumlah hartanya sebagai modal yang akan dikelola dalam sebuah usaha, demi mendapatkan keuntungan dari kerja samanya. Adapun rukun dan syarat dari syirkah ‘ainan ini adalah sebagai berikut.
1)      Ada sigatnya (lafal akad)
Kalimat akad hendaklah mengandung arti izin untuk menjelaskan harta atau barang perserikatannya.Misalnya, salah seorang keduanya berkata, “Kita berserikat pada barang ini, dan saya izinkan engkau untuk menjalankannya dengan jual beli dan lain-lainnya”. Pihak yang lain menjawab. “Saya terima seperti yang engkau katakan tadi”.
2)      Ada orang yang berserikat atau bekerja sama
Syarat dari orang yang berserikat adalah orang yang sudah mencapai usia balig (dewasa secara agama), berakal sehat, dan merdeka serta atas kehendak sendiri.
3)      Ada harta yang diberikan sebagai modal usahanya
Berikut ini syarat dari harta yang diberikan modal usaha.
a)        Modal hendaklah berupa uang (emas atau perak) atau barang yang dapat ditimbang atau ditakar, seperti beras, gula, dan lain sebagainya
b)        Dua modal dari kedua belah pihak yang bekerja sama hendaklah dicampur sebelum akad sehingga kedua barang itu tidak dapat dipisahkan lagi
c)        Ada pokok pekerjaannya
Pekerjaan yang dimodali dari dua harta orang yang bersifat berserikat harus berupa praktik pekerjaan yang diperbolehkan oleh agama. Oleh sebab itu, pekerjaan yang mengandung unsur ketidakhalalan menjadi penghalang dari  praktiksyirkah atau kerja sama.

b.      Syirkah Amal (Serikat Kerja)
Serikat kerja adalah dua orang tenaga ahli atau lebih bermufakat atas suatu pekerjaan untuk dikerjakan bersama-sama.Penghasilan atau upah dari serikat kerja ini dibagi bersama sesuai dengan perjanjian sebelumnya.
Mengenai hukum dari syirkah amali ini, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, seperti mazhab Syafi’i
yang menganggap tidak sah praktik syirkah amali, meskipun mazhab yang lain membolehkannya.


4.      Qirad (Investasi)

Qirad adalah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk digunakan dan dikelola dalam bentuk usaha. Keuntungan dari usaha ini dibagi sesuai dengan kesepakat sewaktu akad. Praktik qirad (investasi) ini telah dilakukan oleh Rasulullah saw. Ketika beliau mengambil modal usaha dari Khadijah untuk berniaga ke negeri Syam.





Adapun rukun qirad yang harus kita ketahui adalah sebagai berikut.
a)      Harta (modal) baik berupa uang maupun yang lainnya wajib diketahui berapa banyak jumlahnya
b)      Pekerjaan (usaha, yakni berdagang dan lain sebagainya yang berhubungan dengan urusan perdagangan
Barang yang hendak diperdagangkan dan tempat usaha hendaknya tidak ditentukan. Kedua hal tersebut sebaiknya diserahkan kepada pekerja; barang apa dan ditempat mana bisa dilakukan, asal menurut pandangannya ada harapan untuk mendapatkan keuntungan.
c)      Keuntungan
Banyaknya keuntungan untuk pekerja hendaklah ditentukan sewaktu akad, misalnya seperdua atau sepertiga dari jumlah keuntungan.
d)     Pemilik modal dan pekerja (yang bekerja)
Pemilik modal dan pekerjanya hendaklah orang berakal, sudah mencapai usia balig, dan bukan orang yang dipaksa.

5.      Musǡqah (Paroan Kebun)

Musǡqah adalah akad atau transaksi antara pemilik kebun untuk memelihara kebunnya dengan keuntungan dibagiatas kesepakatan antara keduanya sewaktu akad. Akad ini diperbolehkan oleh agama karena banyak yang membutuhkannya.Banyak orang yang mempunyai kebun, tetapi tidak dapat memeliharanya.Tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki kebun, tetapi sanggup bekerja memelihara kebun. Oleh sebab itu, diperbolehkan adanya transaksi musǡqah ini agar keduanya (pemilik kebun dan pekerjanya) dapat saling bekerja sama memberikan kemanfaatan satu sama lain.

6.      ‘Ariyah (Pinjam-meminjam)

‘Ariyah adalah akad atau transaksi meminjamkan suatu barang atau sejumlah harta untuk digunakan dan diambil manfaatnya bagi mereka yang membutuhkan, dengan perjanjian akan mengembalikan barang atau sejumlah harta yang dipinjamkan tersebut kepada pemiliknya secara utuh pada waktu yang telah ditentukan ketika akad. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadis berikut.

الْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ

Artinya:
Pinjaman itu wajib dikembalikan, dan orang yang meminjam adalah orang yang memiliki hutang (wajib mengembalikan barang yang dipinjamnya).(H.R. at- Titmizi: 1186)

Apabila sesuatu yang dipinjam adalah barang, barang itu boleh diambil manfaatnya, tidak boleh merusak zat barangnya sehingga ketika dikembalikan, zat barang tersebut utuh dan tidak sedikit pun ada yang kurang (rusak).Apabila barang yang dipinjam itu adalah sejumlah uang, uang itu boleh digunakan dan dibelanjakan sampai habis dan tidak berwujud zatnya. Akan tetapi, ia wajib mengembalikan sejumlah uang yang senilai dengan yang dipinjamannya.
Dalam Islam, orang yang meminjamkan sejumlah uang tidak boleh mengharuskan si peminjam agar membayar lebih dari uang yang dipinjamnya, mengingat hal itu sudah termasuk riba yang dilarang dan diharamkan oleh Islam. Ketika menggembalikan pinjaman sejumlah uang, orang yang meminjam itu melebihkan uang pinjaman atas kesadarannya buakan karena permintaan orang yang memberikan pinjaman, hal tersebut tidak termasuk riba.

7.      Daman (Jaminan)

Daman adalah akad atau transaksi menanggung (menjamin) hutang, menghadirkan barang atau orang ke tempat yang ditentukan. Orang yang berpiutang(memberikan pinjaman) berhak menagih hutangnya kepada orang yang telah memberikan jaminan. Misalnya, si A menjamin utang B kepada C maka si C boleh menagih utang kepada A yang telah memberikan jaminan. Dalam contoh yang lain, misalnya menjamin untuk menghadirkan seseorang yang sedang dalam perkara di muka pengadilan pada waktu dan tempat yang diperlukan jika perlu. Contoh praktik damanyang kedua ini lebih dikenal dengan nama kafalah.

Adapun rukun dan syarat dari praktik damanini adalah sebagai berikut.
a.       Orang yang menjamin, disyaratkan sudah mencapai usia balig, berakal, tidak dicekal dalam membelanjakan hartanya (mahjur), dan dengan kehendak sendiri ia melakukan daman.
b.      Orang yang memberikan utang (madmun lah), disyaratkan orang yang telah dikenal dan diketahui si penjamin.
c.       Orang yang berutang (yang diberikan jaminan/ madmun ‘anhu)
d.      Utang, barang, atau orang, disyaratkan diketahui dan tetap keadaannya (baik sudahtetap maupun akan tetap).
e.       Lafal transaksi, dengan syarat lafal itu menunjukkan makna jaminan yang tidak digantungkan pada sesuatu dan tidak berarti sementara. Misalnya, orang yang memberikan jaminan berkata, ”Saya jamin utangmu kepada si Anu” atau “Saya bertanggung jawab untuk menghadirkan barang itu atau orang itu ke tempat dan waktu yang ditentukan”, walaupun tidak dijawab oleh orang yang berpiutang (memberikan utang). Dalam hal ini, tidak diwajibkan kabul.

Tips
Allah Swt.telah mengatur kehidupan manusia dengan sempurna.Sampai praktik ekonomi pun diatur oleh Allah dalam Al-Qur’an.Sudah jelas bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Bank-