BAB
X. PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI DALAM ISLAM
Setiap
orang yang beriman hendaknya mencari rezeki dengan cara yang halal. Seorang
diperkenankan untuk melakukan berbagai usaha sesuai dengan kemampuannya.Ada
yang berfrofesi sebagai pedagang, dokter, petani, atau bekerja di instansi
pemerintah maupun swasta, dan lain sebagainya.Ada juga yang berfrofesi di
sector jasa, seperti akuntan, guru, pengacara, notaris, perbankan, dan lain
sebainya.
Allah
Swt. telah membuat berbagai aturan untuk
hamba-Nya dalam menekuni sebuah profesi, guna mencukupi kebutuhan dalam hidup
sehari-hari. Sebaliknya, Allah Swt. melarang seseorang melakukan praktik
ekonomi yang jauh dari tuntutan syariah yang berakibat pada diri sendiri
ataupun orang lain, seperti korupsi, bersaksi palsu, dan memakan riba.
Pada zaman modern ini hampir-hampir
setiap orang tidak terlepas dari dunia perbankan, baik berbankan syariah maupun
konvensional.Bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan operasionalnya
sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Gambar diatas menunjukanbahwa
masyarakat kita sudah banyak yang menyadari akan prinsip-prinsip ekonomi Islam,
yaitu dengan bertransaksi di bank syari’ah.
v Tilawah
Baca dengan tartil dan pahami ayat
berikut selama 5-10 menit!
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ
تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ ﴿١٣٠﴾
وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ
لِلْكَافِرِينَ ﴿١٣١﴾ وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
﴿١٣٢﴾
وَسَارِعُواْ إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾
الَّذِينَ
يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ
عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾
v Peta Konsep

v
Mulahazah
| (Mengamati)
Baca dan
cermati berita dari salah satu media online berikut ini?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
– Industri perbankan syariah di Indonesia telah berusia lebih dari 20 tahun.
Aset perbankan syariah telah tumbuh dari hanya Rp 7,85 triliun pada akhir
Desember 2003 menjadi Rp 177 triliun
pada akhir September 2013. Kehadiran perbankansyariah telah menjadi angin segar
bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Menabung di perbankan syariah
memberi kesempatan bagi masyarakat muslim untuk menabung sesuai dengan syariat
dan ketentuan di dalam agama. Perbankan syariah dikenal sebagai industri yang
tahan krisis.Ketika banyak bank yang dilikuidasi pada krisis moneter 1998,
perbankan syariah tetap menjalankan bisnisnya seperti biasa.Tidak dimungkiri,
krisis moneter memberikan dampak.Hanya dampaknya tidak sebesar di perbankan
konvensional.Demikian halnya yang terjadi pada krisis 2008.Perbankan syariah
cepat pulih dari dampak krisis.Ada beberapa hal yang membuat syariah tahan
krisis. Pengamat eknonomi syariah sekaligus founder Karim Business
Consulting, Adiwarman Karim mengatakan perbankan syariah tidak banyak bermain
di valuta asing, terutama dolar. “Sehingga, ketika kurs dolar naik turun,
perbankan syariah tidak merasakan dampaknya seperti perbankan konvensional,”
ujar Adiwarman pada sela bedah buku Bank Syariah Setelah Dua Dekade di
Jakarta. Sabtu (9/11). Selain itu, perbankan syariah merupakan bank ritel
terbesar di Indonesia. Hanya sedikit dari total pembiayaan perbankan syariah
yang disalurkan ke sektor korporasi sehingga dampak krisis tidak begitu
dirasakan.
v Tafakur | (Menanya)
Setelah mengamati artikel dari media online Republika di atas, kita
bisa menangkap apa yang tersirat dalam artikel tersebut. Tulisan di atas
membuktikan bahwa sesuatu yang berbasis syariah pasti akan mendapatkan
keberkahan dari Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah
al-Baqarah Ayat 276 sebagai berikut :
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي
الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦﴾
Artinya :
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa (QS. Al-Baqarah/2: 276)
Maksud dari memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya.Sementara yang dimaksud menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan
harta yang telah dikelurkan sedekahnya atau melipatgandakan berkahnya.
Pada bab ini, kita akan mempelajari tentang prinsip dan praktik ekonomi
Islam. Dengan harapan setelah mempelajarinya, kita akan lebih berhati-hati
untuk tidak terjerumus dalam sistem ekonomi riba. Untuk memperoleh gambaran
yang jelas, pelajarilah pembahasan prinsip dan praktik ekonomi Islam tersebut
dalam tafaqqah dan literatur lainnya yang relevan.
v Taffaquh
Dalam
dimensi ekonomi, Islam memberikan arahan dan bimbingan kepada umatnya untuk
memegang teguh prinsip Al-Qur’an yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan
dan nilai-nilai kemanusiaan.Dengan prinsip tersebut, diharapkan tidak ada
satupun pihak yang merasa dirugikan atau pun dilanggar hak-haknya sebagai
manusia.
Konsep ekonomi Qur’an inilah yang akan
membawa keberkahan hidup dan kesejahteraan antarsesama warga masyarakat. Untuk
memahami lebih dalam tentang prinsip ekonomi dalam islam, berikut beberapa
praktik eko-nominya.
A. Memahami Makna Ekonomi dalam Islam
Untuk memahmi
lebih lanjut mengenai makna ekonomi dalam Islam, sebaiknya kita mengetahui
lebih dahulu hal-hal berikut ini.
1.
Pengertian Ekonomi dalam
Islam
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani
(Greek), yaitu Oikos dan No-mos. Oikos berarti rumah tangga (house-hold, sedangkan nomos berarti aturan, kaidah, atau
pengelolaan. Dengan demikian, secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai
kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga.
Dalam bahasa Arab, ekonomi sering
diterjemahkan dengan al-iqtisad yang
berarti hemat, dengan perhitungan.Apabila kita simpulkan, pengertian ekonomi
adalah aturan atau kaidah dalam pemenuhan dan pengelolaan kebutuhan rumah
tangga.
Dalam ekonomi, mengatur pemenuhan
kebutuhan rumah tangga erat kaitannya dengan masalah konsumsi, produksi,
distribusi dan investasi serta yang lainnya.Jadi, prinsip ekonomi adalah
mengatur semua hal yang berkaitan dengan masalah tersebutagar dapat memenuhi
kenutuhan sehari- harinya, baik secara individu, kelompok, maupun masyarakat.
Pengertian ekonomi menurut Islam tidak
hanya diartikan sebagai kaidah dan aturan dalam mengatur pemenuhan kebutuhan
rumah tangga semata, namun juga disertai dengan landasan dan asas keislaman
yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.Dari penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa ekonomi menutut Islam adalah kaidah dan aturan yang
didasarkan kepada Al-Qura’an dan hadis dalam rangka mengatur pemenuhan
kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Pengertian ini dapat dimaknai sebuah
pengertian dan ekonomi islam atau ekonomi syariah.
Adapun salah satu contoh praktek
kegiatan Islam adalah praktik perbankan. Kegiatan perbankan ini akan
dikategorikan sebagai praktik ekonomi syariah apabila dalam pengelolaannya
didasarkan pada asas- asas Al-Qur’an dan hadis. Namun, apabila ternyata dalam
pengelolaannya
terdapat
unsur riba, padahal kegiatan riba itu dilarang dalam Islam maka dalam hal itu
praktek perbankannnya bukanlah merupakan praktik ekonomi Islam atau ekonomi
syariah.
2.
Dasar Hukum Ekonomi Islam
Seperti yang
disampaikan diatas bahwa yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah kaidah dan
aturan yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan hadis dalam mengatur pemenuhan
kebutuhan rumah tangga sehari-hari.Hal ini menegaskan bahwa dasar hukum ekonomi
Islam adalah Alqur’an dan hadis serta nilai-nilai yang digali dari keduanya,
baik yang terdapat dalam ijma (kesepakatan para ahli agama) maupun qiyas
(menyamakan status hukum dikarenakan adanya kesamaan illah).
Inti dari dasar
hukum ekonomi Islam dimaksudkan adar dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga
senantiasa memperhatikan status halal dan haramnya suatu materi yang kita
gunakan. Selain itu, kita harus menghindarkan diri jangan sampai menggunakan
dan memakan barang-barang haram yang bukan hak kita, sebagaimana yang
diterangkan Allah SWT, dalam Q.S al-Baqarah Ayat 168 berikut ini.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ
تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِالشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿١٦٨﴾
Artinya :
Wahai
manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang ter-dapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, Sungguh, setan itu musuh
yang nyata bagimu.(Q.S. al-Baqarah/2: 168).
3.
Prinsip Ekonomi Islam
Dalam ekonomi
Islam terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi, antara lain sebagai
berikut.
a.
Barang yang digunakan dalam
transaksi ekonomi (produksi,konsumsi, distribusi, dan investasi) adalah barang
halal, baik halal secara zatiyyah maupun
‘aridiyyah.
Maksud dari barang halal secara zatiyyah adalah bahwa secara ma-teriil
barang tersebut adalah halal bukan termasuk benda najis, seperti kotoran
binatang dan lain sebagainya. Barang halal secara ‘aridiyyah adalah barang yang secara materiil halal dan bukan najis
wujudnya, namun cara perolehannya adalah tidak dihalalkan, seperti kendaraan
yang didapatkan hasil dari pencurian. Meskipun secara materiil tidak najis dan
halal, namun karena cara memperolehnya adalah haram (mencuri) maka status
materinya menjadi haram untuk digunakan dalam praktik ekonomi.
b.
Dalam kegiatan transaksi ekonomi
baik produksi, konsumsi, distribusi, maupun investasi tidak mengandung
unsur-unsur riba.
Secara bahasa, riba berarti pembesaran atau penambahan.Dalam
bahasa yang lebih dikenal, riba sering diistilahkan dengan bunga (bank). Riba
dibagi menjadi tiga macam, yaitu riba
nasi’ah, fadl, dan yad.
Pertama,
riba nasi’ah adalah apabila kreditor (orang yang meminjamkan utang)
meminjamkan uangnya pada batas waktu tertentu dengan memungut bunga sebagai
tambahan kepada modalnya (pokok).Jika debitur (pihak yang meminjam) belum mampu
membayar hutangnya pada saat jatuh tempo, kreditor bersedia memberikan tenggang
waktu pembayaran diatas jumlah pokok yang dipinjamnya tadi.
Kedua,
riba fadl adalah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan menyaratkan demikian,
seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya, namun
jumlah tukarannya harus dilebihkan sebagai syarat penukaran.
Ketiga,
riba yad adalah berpisahnya dari tempat akad sebelum timbangan diterima.
Praktik riba semacam ini, baik nasi’ah, fadl, maupun yad merupakan
waktu transaksi yang dilarang dan dicegah oleh Islam.Allah SWT, berfir-man di
dalam Q.S. Ali ‘Imran Ayat 130 sebagai berikut.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً
وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٣٠﴾
Artinya
:
Wahai
orang-otang yang beriman! Janganlah memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.(Q.S. Ali ‘Imran/3: 130).
c.
Dalam kegiatan
transaksi ekonomi tidak juga mengandung undur garar atau penipuan.
Setiap
kegiatan transaksi ekonomi tidak diperkenankan mengandung unsur garar. Misalnya, dalam transaksi jual
beli, barang uang akan dijual itu harus ada tanpak terlihat oleh kedua mata,
bukan dalam tempat yang tertutup sehingga orang tidak dpat melihat isi wujud
asli dari barang yang akan dibelinya. Dengan melihat wujud barang yang akan
dibeli, pembeli akan sangat yakin dengan barang yang dibelinya. Kemudian, tidak
juga mengurangitimbangan yang merupakan bagian dari transaksi ekoomi Islam.
Apabila dalam transaksinya mengandung nilai-nilai penipuan sehingga menyebabkan
seseorang merasa dirugikan bagian, proses kegiatan ekonomi tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai transaksi ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Allah SWT
berfirman dalam Q.S. asy-Syu’ara Ayat 181) sebagai berikut :
أَوْفُوا الْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ
الْمُخْسِرِينَ ﴿١٨١﴾
Artinya:
Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain.
(Q.S. asy-Syu’ara/26: 181)
d.
Kegiatan transaksi ekonomi terjadi karena adanya kemauan dari kedua
belah pihak yang bertransaksi.
Setiap
kegiatan transaksi ekonomi terjadi karena adanya kemauan dari masing-masing
pribadi orang yang melakukan transaksi, bukan karena ada paksaan salah satu
pihak, bukan pula karena kondisi terpaksa, namun transaksi ekonomi tersebut
benar-benar karena adanya pilihan dari pribadi masing-masing.Allah SWT,
berfirman dalam Q.S an-Nisa’ Ayat 29 sebagai berikut.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ﴿٢٩﴾
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.(Q.S. an-Nisa’/4:29)
B.
Praktik Ekonomi Islam
Bentuk praktik
dari kegiatan ekonomi Islam, baik itu dalam kegiatan produksi, konsumsi,
distribusi, maupun investasi, antara lain sebagai berikut.
1.
Bai’ (Jual Beli)
Jual beli atau bai’ adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan
cara tertentu (akad). Allah Swt. berfirman di dalam Q.S. al-Baqarah Ayat 275
sebagai berikut.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ
الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ
وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ ﴿٢٧٥﴾
Artinya:
Orang-orang
yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual
beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti maka apa yang diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.(Q.S
al-Baqarah/2:275)
Adapun
rukun dan syarat jual beli adalah sebagai berikut.
a. Penjual dan Pembeli
Syarat bagi penjual dan pembeli adalah
1)
keduanya telah mencapai usia balig (dewasa menurut agama);
2)
keduanya berakal sehat ketika melakukan transaksi jual beli;
3)
keduanya berkehendak melakukan transaksi jual beli (tanpa ada
paksaan).
b.
Uang dan Benda
Syarat uang dan
benda yang dibeli adalah sebagai berikut.
1)
Barang dan benda yang diperjualbelikan adalah sesuatu yang bukan
najis menurut agama.
2)
Barang dan benda yang diperjualbelikan memiliki nilai manfaat.
3)
Barang dan benda yang diperjualbelikan dapat diserahkan. Barang
atau benda yang tidak dapat diserahkan, seperti menjual ikan yang ada di dalam
laut, jual belinya tidak sah.
4)
Barang dan benda yang diperjualbelikan dapat diketahui oleh penjual
dan pembeli, baik wujudnya, sifatnya, bentuknya, maupun ukurannya.
c. Lafal Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan penjual, seperti “Saya menjual barang ini
sekian”.Kabul adalah ucapan si pembeli, seperti “Saya terima (saya beli) dengan
harga sekian.”
2. Salam
(Pesanan)
Salam adalah menjuak
benda atau barang hanya dengan menyebutkan sifat barangnya tanpa memperlihatkan
zatnya, seperti “Saya menjual kepadamu meja tulis dari jati, ukurannya 140 x
100 cm tingginya 75 cm dengan sepuluh laci dengan harga Rp.2.000.000,00. Selanjutnya,
pembeli berkata, “Saya beli meja dengan sifat tersebut dengan harga tersebut
dibayar tunai”.Jadi transaksi pesanan barang yang uangnya dibayar di muka.Dalam
hal ini barang yang dipesan termasuk utang yang harus dipenuhi oleh si
penjual.Allah Swt. berfirman di dalam Q.S. al-Baqarah Ayat 282 sebagai berikut.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى
أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ...﴿٢٨٢﴾
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (Q.S. al-Baqarah/2: 282)
Adapun rukun dan syarat transaksi salam sebagai berikut :
a.
Ada penjual dan pembeli
Syarat penjual dan pembeli sama seperti syarat yang ada pada
transaksi jual beli.
b.
Ada uang dan barang
Syarat uang
adalah harus dibayarkan lebih dahulu ketika akad.Jadi, uang yang dibayarkan di
muka, sedangkan barang diserahkan sesuai waktu yang telah ditentukan.Di sini
status barang adalah utang yang haris dipenuhi si penjual sesuai waktu yang
telah disepakati.
c.
Ada sigat atau lafal transaksi (ijab dan kabul).
3.
Syirkah (Perseroan)
Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha
dengan modal, sistem kerja, dan pembagian hasil yang telah ditentukan dan
disepakati oleh semua anggota syirkah.
Dilihat dari macamnya, syirkah
dibagi menjadi beberapa macam, yaitu syirkah
‘ainan dan syirkah amal.
a.
Syirkah ‘Ainan (Serikat Harta)
Syirkah
‘ainan
adalah akad kerja sama antara dua orang atau lebih dengan cara memberikan
sejumlah hartanya sebagai modal yang akan dikelola dalam sebuah usaha, demi
mendapatkan keuntungan dari kerja samanya. Adapun rukun dan syarat dari syirkah ‘ainan ini adalah sebagai
berikut.
1)
Ada sigatnya (lafal akad)
Kalimat akad
hendaklah mengandung arti izin untuk menjelaskan harta atau barang
perserikatannya.Misalnya, salah seorang keduanya berkata, “Kita berserikat pada
barang ini, dan saya izinkan engkau untuk menjalankannya dengan jual beli dan
lain-lainnya”. Pihak yang lain menjawab. “Saya terima seperti yang engkau
katakan tadi”.
2)
Ada orang yang berserikat atau
bekerja sama
Syarat dari
orang yang berserikat adalah orang yang sudah mencapai usia balig (dewasa
secara agama), berakal sehat, dan merdeka serta atas kehendak sendiri.
3)
Ada harta yang diberikan sebagai
modal usahanya
Berikut ini syarat dari harta yang
diberikan modal usaha.
a)
Modal hendaklah berupa uang (emas
atau perak) atau barang yang dapat ditimbang atau ditakar, seperti beras, gula,
dan lain sebagainya
b)
Dua modal dari kedua belah pihak
yang bekerja sama hendaklah dicampur sebelum akad sehingga kedua barang itu
tidak dapat dipisahkan lagi
c)
Ada pokok pekerjaannya
Pekerjaan yang
dimodali dari dua harta orang yang bersifat berserikat harus berupa praktik
pekerjaan yang diperbolehkan oleh agama. Oleh sebab itu, pekerjaan yang
mengandung unsur ketidakhalalan menjadi penghalang dari praktiksyirkah
atau kerja sama.
b.
Syirkah Amal (Serikat Kerja)
Serikat kerja
adalah dua orang tenaga ahli atau lebih bermufakat atas suatu pekerjaan untuk
dikerjakan bersama-sama.Penghasilan atau upah dari serikat kerja ini dibagi
bersama sesuai dengan perjanjian sebelumnya.
Mengenai hukum
dari syirkah amali ini, terdapat
perbedaan pendapat dikalangan ulama, seperti mazhab Syafi’i
yang
menganggap tidak sah praktik syirkah amali, meskipun mazhab yang lain
membolehkannya.
4.
Qirad (Investasi)
Qirad
adalah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk digunakan dan
dikelola dalam bentuk usaha. Keuntungan dari usaha ini dibagi sesuai dengan
kesepakat sewaktu akad. Praktik qirad
(investasi) ini telah dilakukan oleh Rasulullah saw. Ketika beliau mengambil
modal usaha dari Khadijah untuk berniaga ke negeri Syam.
Adapun rukun qirad yang harus kita ketahui adalah sebagai
berikut.
a)
Harta (modal) baik berupa uang
maupun yang lainnya wajib diketahui berapa banyak jumlahnya
b)
Pekerjaan (usaha, yakni berdagang
dan lain sebagainya yang berhubungan dengan urusan perdagangan
Barang yang
hendak diperdagangkan dan tempat usaha hendaknya tidak ditentukan. Kedua hal
tersebut sebaiknya diserahkan kepada pekerja; barang apa dan ditempat mana bisa
dilakukan, asal menurut pandangannya ada harapan untuk mendapatkan keuntungan.
c)
Keuntungan
Banyaknya
keuntungan untuk pekerja hendaklah ditentukan sewaktu akad, misalnya seperdua
atau sepertiga dari jumlah keuntungan.
d)
Pemilik modal dan pekerja (yang
bekerja)
Pemilik modal dan
pekerjanya hendaklah orang berakal, sudah mencapai usia balig, dan bukan orang
yang dipaksa.
5.
Musǡqah (Paroan Kebun)
Musǡqah adalah akad atau
transaksi antara pemilik kebun untuk memelihara kebunnya dengan keuntungan
dibagiatas kesepakatan antara keduanya sewaktu akad. Akad ini diperbolehkan
oleh agama karena banyak yang membutuhkannya.Banyak orang yang mempunyai kebun,
tetapi tidak dapat memeliharanya.Tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki
kebun, tetapi sanggup bekerja memelihara kebun. Oleh sebab itu, diperbolehkan
adanya transaksi musǡqah ini agar
keduanya (pemilik kebun dan pekerjanya) dapat saling bekerja sama memberikan
kemanfaatan satu sama lain.
6.
‘Ariyah (Pinjam-meminjam)
‘Ariyah adalah akad atau transaksi meminjamkan suatu barang atau
sejumlah harta untuk digunakan dan diambil manfaatnya bagi mereka yang
membutuhkan, dengan perjanjian akan mengembalikan barang atau sejumlah harta
yang dipinjamkan tersebut kepada pemiliknya secara utuh pada waktu yang telah
ditentukan ketika akad. Hal
ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadis berikut.
الْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ
Artinya:
Pinjaman itu wajib dikembalikan, dan orang yang
meminjam adalah orang yang memiliki hutang (wajib mengembalikan barang yang
dipinjamnya).(H.R. at-
Titmizi: 1186)
Apabila
sesuatu yang dipinjam adalah barang, barang itu boleh diambil manfaatnya, tidak
boleh merusak zat barangnya sehingga ketika dikembalikan, zat barang tersebut
utuh dan tidak sedikit pun ada yang kurang (rusak).Apabila barang yang dipinjam
itu adalah sejumlah uang, uang itu boleh digunakan dan dibelanjakan sampai
habis dan tidak berwujud zatnya. Akan tetapi, ia wajib mengembalikan sejumlah
uang yang senilai dengan yang dipinjamannya.
Dalam
Islam, orang yang meminjamkan sejumlah uang tidak boleh mengharuskan si
peminjam agar membayar lebih dari uang yang dipinjamnya, mengingat hal itu
sudah termasuk riba yang dilarang dan diharamkan oleh Islam. Ketika
menggembalikan pinjaman sejumlah uang, orang yang meminjam itu melebihkan uang
pinjaman atas kesadarannya buakan karena permintaan orang yang memberikan
pinjaman, hal tersebut tidak termasuk riba.
7.
Daman (Jaminan)
Daman adalah akad atau
transaksi menanggung (menjamin) hutang, menghadirkan barang atau orang ke
tempat yang ditentukan. Orang yang berpiutang(memberikan pinjaman) berhak
menagih hutangnya kepada orang yang telah memberikan jaminan. Misalnya, si A
menjamin utang B kepada C maka si C boleh menagih utang kepada A yang telah
memberikan jaminan. Dalam contoh yang lain, misalnya menjamin untuk
menghadirkan seseorang yang sedang dalam perkara di muka pengadilan pada waktu
dan tempat yang diperlukan jika perlu. Contoh praktik damanyang kedua ini lebih dikenal dengan nama kafalah.
Adapun
rukun dan syarat dari praktik damanini
adalah sebagai berikut.
a.
Orang yang menjamin, disyaratkan
sudah mencapai usia balig, berakal, tidak dicekal dalam membelanjakan hartanya
(mahjur), dan dengan kehendak sendiri
ia melakukan daman.
b.
Orang yang memberikan utang (madmun lah), disyaratkan orang yang
telah dikenal dan diketahui si penjamin.
c.
Orang yang berutang (yang diberikan
jaminan/ madmun ‘anhu)
d.
Utang, barang, atau orang,
disyaratkan diketahui dan tetap keadaannya (baik sudahtetap maupun akan tetap).
e.
Lafal transaksi, dengan syarat
lafal itu menunjukkan makna jaminan yang tidak digantungkan pada sesuatu dan
tidak berarti sementara. Misalnya, orang yang memberikan jaminan berkata, ”Saya
jamin utangmu kepada si Anu” atau “Saya bertanggung jawab untuk menghadirkan
barang itu atau orang itu ke tempat dan waktu yang ditentukan”, walaupun tidak
dijawab oleh orang yang berpiutang (memberikan utang). Dalam hal ini, tidak
diwajibkan kabul.
Tips
Allah
Swt.telah mengatur kehidupan manusia dengan sempurna.Sampai praktik ekonomi pun
diatur oleh Allah dalam Al-Qur’an.Sudah jelas bahwa Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Bank-