Jumat, 20 Maret 2020

KELAS 11 IPS 2


PERTEMUAN KE 1

PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM

A.    Pengertian Mu’amalah
Muamalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dan sebagainya). Sementara dalam fiqih islam berarti tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual beli, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
            Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa- menyewa, utang- piutang, dan pinjam-meminjam, islam melarang beberapa hal diantaranya seperti berikut :
1.      Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2.      Tidak boleh melakukan perbuatan riba.
3.      Tidak boleh dengan cara-cara  zalim (aniaya).
4.      Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan. 
5.      Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6.      Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.
B.     Macam-Macam Mu’amalah
Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang macam-macam mu’amalah disini akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
1.      Jual Beli
Jual beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan Firman Allah berikut ini :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٧٥)
Artinya : “...dan Allah Swt. Telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. al-baqarah/2:275).


4.
Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nialainya,dan agar tidak terjadi kekurangan dibelakang hari, al-Qur’an menyarankan agar dicatat, dan ada saksi, lihatlah penjelasan ini pada Q.S. al-baqarah/2:282
a.      Syarat- syarat jual-beli
Syarat-syarat adalah sebagai berikut.
1)                  Penjual dan pembelinya haruslah :
a.          Balig,
b.         Berakal sehat,
c.          Atas kehendak sendiri.
2)                  Uang dan barangnya haruslah :
a.          Halal dan Suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan                                berhala, termasuk lemak bangkai tersebut.
b.         Bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan                           menyia-nyiakan harta atau pemboros
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (٢٧)
Artinya : “ sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Isra/17:27)
c.          Keadaan barang dapat diserah terimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak                  dapat diserah terimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang                           yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
d.         Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembelinya.
e.          Milik sendiri, sabda Rasulullah Saw., “tak sah jual-beli melainkan atas barang                     yang dimiliki.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

5.
3)         Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.”
Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah Saw. Bersabda, “sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (H.R Ibnu Hibban).
b.      Khiyar
1.      Pengertian khiyar
Khiyar adalah bebas memutuskan antara menerusakan jual beli atau membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan khiyar karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa ada unsur paksaan sedikitpun. Penjual berhak mempertahakan harga barang dagangannya, sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang diyakininya. Rasulullah Saw. Bersabda, “penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku benar-benar dan suka menerangkan keadaan  (barang)nya, maka jual beli akan memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan keadaan sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus keberkahan jual belinya.” (H.R Bukhari dan Muslim).
2.      Macam-macam Khiyar
a.          Khiyar Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada ditempat
berlangsungnya transaksi atau tawar-menawar. Keduanya berhak memutuskan atau membatalkan jual-beli. Rasulullah Saw. Bersabda, “ dua orang yang berjual beli, boleh memilih akan meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah.” ( H.R Bukhori dan Muslim).
b.         Khiyar syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual mengatakan,”saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.” Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya pembeliannya tersebut dalam waktu tig hari. Apabila pembeli mengiyakan, status barang tersebut sementara waktu (dalam masa khiyar) tidak ada pemiliknya, artinya, si penjual tidak berhak menawarkan kepada orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah Saw. Bersabda kepada seorang lelaki, “Engkau boleh khiyar pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tigamalam.” (H.R Baihaqi dan Ibnu Majah).
c.         Khiyar Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembelikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.

6.
c.       Riba
1)      Pengertian Riba
Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.
Riba, apapun bentuknya, dalam syari’at islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam hadist yang di riwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang mengambil riba, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya. (H.R Muslim). Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba sekalipun hanya sebagai saksi, terkena dosanya juga.
a)                       Sama timbangan ukurannya atau
b)                       Dilakukam serah terima saat itu juga,
c)                       Tunai
Apabila tidak sama jenisnya seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, namun tetap harus secara tunai dan diserah terimakan saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis dengan perbedaan seperti perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang yang lain.
2)      Macam-macam Riba
a)         Riba Fadli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya, misalnya cincin emas 22karat sebesar 10 gram ditukar dengan emas 22 gram kelebihannya itulah yang termasuk riba.
b)        Riba Qordi, adalah peminjaman dengan syarat harus memberikan kelebihan saat mengembalikannya. Misal si A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp 100.000,00 asal si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang disebut riba.
c)         Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjualan dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima.
d)        Riba Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.

7.
2.    Utang-piutang
a.    Pengertian Utang-piutang
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang Rp100.000,00 dikemudian hari harus melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang kepada seseorang berarti menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.
b.    Rukun Utang-piutang
Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:
1)                       Yang berpiutang dan yang berutang,
2)                       Ada harta atau barang,
3)                       Lafadz kesepatan. Misal: “saya utangkan ini kepadamu.”Yang berutang menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas” atau jika sudah punya akan saya lunasi.”
Untuk menghindari keributan dikemudian hari, Allah Swt. Menyarankan agar kita mencatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan.
Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah Swt. Menganjurkan memberinya kelonggaran.
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٨٠)
Artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui..” (Q.S.al-Baqarah/2: 280)
Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan itu halal bagi yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah saw, bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-baiknya kita membayar utang.” (sepakat ahli hadis). Abu Hurairah ra. Berkata, “Rasulullah saw. Telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih besar dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasulullah saw. Bersabda, “Orang yang paling baik ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi utang dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan tersebut tidak halal sebab termasuk riba. Rasulullah saw. Berkata “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka ia semacam dari beberapa macam riba.” (HR. Baihaqi)

3.    Sewa-menyewa
a.    Pengertian Sewa-menyewa
Sewa menyewa dalam fiqh Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.
            Dasar hukum ijarahdalam firman Allah Swt.
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلا وُسْعَهَا لا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (٢٣٣) Artinya: ”...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut...” (Q.S. al-Baqarah/2: 233)

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى (٦)
Artinya: “...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka...” (Q.S. at-Talaq/65: 6)

b.    Syarat dan Rukun Sewa-menyewa
1)                  Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah balig dan berakal sehat.
2)                  Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
3)                  Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
4)                  Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5)                  Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak. Misalnya, ada orang yang menyewa sebuah rumah. Si penyewa harus menerangkan secara jelas kepada pihak yang menyewakan, apakah rumah tersebut mau ditempati atau dijadikan gudang. Dengan demikian, si pemilik rumah akan mempertimbangkan boleh atau tidak disewa. Sebab risiko kerusakan rumah antara dipakai sebagai tempat tinggal berbeda dengan risiko dipakai sebagai gudang. Demikian pula jika barang yang disewakan itu mobil, harus dijelaskan dipergunakan untuk apa saja.
6)                  Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
7)                  Harga sewa dan car pembayaannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati bersama.
9.
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
1)      Jenis pekerjaan dan tenaga kerjanya.
2)      Berapa lama masa kerja.
3)      Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan ataukah borongan?
4)      Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan,dan lain-lain, kalau ada


Tidak ada komentar:

Posting Komentar