Satuan Pendidikan : SMA Al Azhar 3 B. Lampung
Kelas / Semester : XI / 1
Mata Pelajaran : Pendidikan
Agama Islam
Topik : Akhlaq
Materi
Pokok : Makna taat kepada aturan, kompetisi dalam
kebaikan, dan
. Kompetensi Dasar
·
Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam
kebaikan, dan bekerja keras.
·
Menampilkan perilaku taat kepada aturan, kompetisi
dalam kebaikan, dan bekerja keras
PERILAKU
TAAT, KOMPETISI DALAM KEBAIKAN DAN ETOS KERJA
A.
Pentingnya Taat kepada
Aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku
curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus
dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan
yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di
sekolah, di rumah, atau di lingkungan masyarakat terdapat aturan. Di mana
saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat agar terjadi ketertiban
dan ketenteraman. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang
berlaku. Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt.,
yaitu terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat
oleh Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan
yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun
pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
Peranan
pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari yang terkecil (keluarga)
sampai yang terbesar adalah negara, tidak akan tercapai kestabilan tanpa adanya
seorang pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah
negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombangambing oleh kekuatan
luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin.
Dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (yang tidak bermaksiat), akan
terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
B.
Kompetisi dalam
Kebaikan
Hidup
adalah kompetisi un tuk menjadi yang terbaik, dan juga untuk meraih citacita
yang diinginkan. Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi yang hanya
memperturutkan hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi yang
hanya memperturutkan hawa nafsu, contohnya kompetensi mengumpulkan harta
kekayaan atau memperebutkan jabatan dan kedudukan. Semuanya bak fatamorgana,
indah menggoda, tetapi sesungguhnya tiada. Bahkan, tak jarang dalam kompetisi
diiringi “suu§an” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada
Allah Swt. Lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam
kompetisi tersebut.
Allah
Swt. mengutus para nabi dan menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk
kepada manusia agar berjalan pada jalan atau arah yang benar dan lurus. Akan
tetapi, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan.
Sebagai ganti ajaran para nabi, manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat
khurafat dan takhayul. Surat al-Maidah/5: 48 ini membicarakan bahwa
al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Al-Qur’an merupakan pembenar
kitab-kitab sebelumnya, juga sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan
menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Qur’an
sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.
Akhir
ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan
manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, dan berbangsabangsa. Semua perbedaan
itu adalah rahmat dan untuk saling mengenal. Ayat ini mendorong pengembangan
berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh manusia, dan bukan menjadi ajang
perdebatan. Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus
berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat
dan memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tersembunyi.
C.
Etos Kerja
Sudah
menjadi kewajiban manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan
dalam kehidupannya. Seorang muslim haruslah menyeimbangkan antara kepentingan
dunia dan akhirat. Tidak semata hanya berorientasi pada kehidupan akhirat saja,
melainkan juga harus memikirkan kepentingan kehidupannya di dunia. Untuk
menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, wajiblah seorang muslim
untuk bekerja. Bekerja dalam berbagai bidang. Seseorang yang bekerja layak
untuk mendapatkan predikat yang terpuji, seperti potensial, aktif, dinamis,
produktif atau profesional, karena prestasi kerjanya. Karena itu, agar manusia
benar-benar “hidup”, ia memerlukan ruh (spirit). Oleh karena itulah, al-Qur’an
diturunkan sebagai spirit hidup, sekaligus sebagai nur (cahaya) yang tak
kunjung padam agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat. Dalam al-Qur’an
maupun hadis, ditemukan banyak literatur yang memerintahkan seorang muslim
untuk bekerja dalam rangka memenuhi dan melengkapi kebutuhan duniawinya. Salah
satu perintah Allah Swt. kepada umatNya untuk bekerja termaktub dalam Q.S.
at-Taubah/9:105 yang artinya:
Artinya: “Dan
katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
maha mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S.
at-Taubah/9: 105)
Q.S.
at-Taubah/9: 105 menjelas kan, bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita
untuk semangat dalam melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan
melihat dan menilai amal-amal tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan
dikembalikan kepada Allah Swt. dengan membawa amal perbuatannya masing-masing.
Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang
berbuat jahat akan diberi siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan
selama hidup di dunia.
Sebutan
lain dari ganjaran adalah imbalan atau upah atau compensation. Imbalan dalam
konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akhirat. Q.S.
at-Taubah/9: 105 juga menjelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kita
untuk bekerja, dan Allah Swt. pasti membalas semua yang telah kita kerjakan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah penegasan Allah Swt.
bahwa motivasi atau niat bekerja itu harus benar.
Umat
Islam dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan “tobat” saja,
tetapi harus dibarengi dengan usaha-usaha untuk melakukan perbuatan terpuji
yang lainnya. Perbuatan-perbuatan terpuji itu seperti menunaikan zakat,
membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan, menyegerakan untuk
mengerjakan ¡alat, saling menasihati teman dalam hal kebenaran dan kesabaran,
dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan atas dasar taat dan patuh kepada
perintah Allah Swt. dan yakin bahwa Allah Swt. pasti menyaksikan itu.
Ayat
ini pun berisi peringatan bahwa perbuatan mereka itu pun nantinya akan
diperlihatkan kelak di hari kiamat. Dengan demikian, akan terlihatlah kebajikan
dan kejahatan yang mereka lakukan sesuai amal perbuatannya. Bahkan, di dunia
ini pun sudah sering kita saksikan, bagaimana gambaran orang-orang yang
berbuat jahat seperti pencuri, penipu, koruptor, dan lain sebagainya.
Banyaknya berita tentang korupsi, dan bagaimana seorang koruptor dipertontonkan
di ruang publik. Ini menandakan bahwa di dunia pun perbuatan kita sudah bisa
dipertontonkan. Apalagi kelak di akhirat yang pasti sangat nyata dan tidak bisa
ditutup-tutupi
Helmy Elisa putri
BalasHapusXI IPA 2
Nia aprilliana
BalasHapusXI IPA 2
Nimas Ayu laeli nur Isnaini
BalasHapusXI IPA 2
naila anggraini
BalasHapusxi ipa 2
Risdiana
BalasHapusXI IPA 2
Tami Aurelia Putri
BalasHapusXI IPA 2
Nanda nishappy permata rindu
BalasHapusXI IPA 2
aldino revaldi
BalasHapusXI IPA 2
Mira Tantia
BalasHapusXI IPA 2
Ahmad Rizqi Aji Jaya
BalasHapusXI IPA 2
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus