Assalamu'alaikum...
Anak-anak kita mulai ya materi pertama kita di semester genap ini...
Melalui materi ini semoga kalian semakin SEMANGAT menuntut ilmu!
Bismillah kita mulai...
MATERI MENUNTUT ILMU
PERTEMUAN 1
DEFINISI ILMU
Ilmu berasal dari bahasa Arab
yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang berarti mengerti, memahami
benar-benar.
Ilmu dari segi Istilah ialah
Segala pengetahuan atau kebenaran tentang sesuatu yang datang dari Allah SWT
yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya dan alam ciptaanNya termasuk manusia yang
memiliki aspek lahiriah dan batiniah.
Ilmu dalam bahasa Inggris
disebut science, sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa
Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala
gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Adapun ciri-ciri utama ilmu
menurut terminologi, antara lain adalah:
1.
Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis,
dapat diukur dan dibuktikan.
2.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan
satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang
mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
3.
Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran
perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4.
Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu adalah ide bahwa metode-metode
yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada
semua pencari ilmu.
5.
Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir metodis.
6.
Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya.
ADAB MENUNTUT ILMU
Menuntut ilmu adalah satu
keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan
keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu
yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan
orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- adab tersebut di
antaranya adalah:
1.
Ikhlas karena Allah
Hendaknya niat kita dalam
menuntut ilmu adalah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk negeri akhirat.
Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa
mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau
niat yang sejenisnya, maka Rasulullah telah memberi peringatan tentang hal ini
dalam sabdanya: "Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya
karena Allah Ta’ala sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan
mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat".
(HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah)
Tetapi kalau ada orang yang
mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, misalnya )
bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi peraturan
yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi,
segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau
dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.
2.
Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
Semua manusia pada mulanya
adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita,
setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada
orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja
mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat
mengambil faidah dari ilmu kita.
Apakah disyaratkan untuk
memberi manfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu
pengajian ataukah kita memberi manfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada
setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah bersabda:
"Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat” (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu
tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya:
Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan
kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.
3.
Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi
para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena
kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang
menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya
dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang
diajarkan Rasulullah saw. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali
orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah.
4.
Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan
pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada
selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena
persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan
salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman
shahabat, bahkan pada masa Rasulullah saw masih hidup. Karena itu jangan sampai
kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat
dengan kita.
5.
Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk adab yang tepenting
bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena
amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah.
Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata.
Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan
(digunakan).
Hendaklah para penuntut ilmu
mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, adab dan muamalah,
karena hal ini adalah merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu
itu seperti pembawa senjata; Bisa berguna dan bisa pula mencelakakan
sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Al Qur’an itu membelamu atau
mencelakakanmu.” (HR. Muslim). Membelamu apabila kamu amalkan dan
mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin
hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah
ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan
berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang
merusaknya adalah al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr
Abu Zaid hal :72).
6.
Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu
lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama.
Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam
memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar,
apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama. Ini adalah masalah yang sangat
penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk
menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar. (Kitab al
‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
7.
Mencari kebenaran dan sabar.
Termasuk adab yang paling
penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari
ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai
kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits
misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut.
Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha
lagi mencari makna (pengertian) dari hadits tersebut.
Hendaklah sabar dalam menuntut
ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus
menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah tentang kesabaran salafush shalih dalam
menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas
radhiallahu anhuma bahwa beliau ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa
mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati
yang selalu memahami serta badan yang tidak pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi,
Syaikh
Utsaimin hal:40 dan 61).
Bahkan sebagian dari mereka
(salafus shalih) merasakan sakit yang menyebabkannya tidak bisa bangun
dikarenakan tertinggal satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin
al Hajjaj rahimahullah, ia berkata: “Ketika aku belajar hadits dan tertinggal
(satu hadits) maka akupun menjadi sakit.”
Barangsiapa mengetahui
keutamaan ilmu dan merasakan kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan
mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah kenyang sebagaimana
sabda Rasulullah SAW: “Ada dua kelompok manusia yang selalu lapar dan tidak
pernah kenyang: orang yang lapar ilmu tidak pernah kenyang dan orang yang lapar
dunia tidak pernah keying pula.” (HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit)
(Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy hal 22- 23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah
menuturkan:”Kami mendengar riwayat (hadits) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam sedang kami berada di Basrah (Iraq), lalu kamipun tidak puas sehingga
kami berangkat ke kota Madinah agar mendengar dari mulut mereka (para
perawinya) secara langsung.” (‘Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy
hal 44).
8.
Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu
untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang tidak
mungkin seseorang sukses bila tidak memulai
darinya, yaitu:
a.
Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca,
menghafal, memahami dan mengamalkannya.
b.
As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al
Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
c.
Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para
ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh
Utsaimin hl :43,44, dan 45)
9.
Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting pula
adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah
dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang
yang
diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an
dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan
Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan
oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan
Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Kesalahan dalam pemahaman
lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil
(bodoh) apabila melakukan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera
menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia
tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi,
Syaikh Utsaimin hal :52)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar