ASSALAMU'ALAIKUM ANAK-ANAK...
ALHAMDULILLAH MATERI BAB MENUNTUT ILMU SUDAH SELESAI DAN KITA SUDAH MELAKUKAN PENILAIAN HARIAN, MAKA SELANJUTNYA KITA AKAN MEMBAHAS BAB SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM.
KITA MULAI BAB INI YA..BISMILLAH...
Sumber-Sumber Hukum
Islam
Dalam penetapan hukum dalam Islam harus dilandasi
dengan pijakan atau alasan yang disebut dengan sumber hukum. Sumber hukum yang
dimaksud yaitu Al-Quran dan Al-Hadits (As-Sunnah). Namun adakalanya timbul
permasalahan-permasalahan baru yang timbul akibat berkembangnya jaman, oleh
karena itu dibutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan pijakan untuk menetapkan
hukum perkara baru tersebut. Dengan didasari oleh "semangat"
Al-Quran dan Al-Hadits, para ulama berijtihad dan menyusun sistematika istinbat
hukum.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya :
”Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (QS. An Nisa: 59)
A. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam
Pertama dan Utama
Al-Quran sebagai sumber yang baik dan sempurna,
memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah bahwa
al-Quran dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja, karena
al-Quran diturunkan tidak hanya untuk umat tertentu dan tidak hanya berlaku
pada satu zaman. Benar artinya al-Quran mengandung kebenaran yang
dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya. Mutlak
artinya al-Quran tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan
terbantahkan. Bahkan kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini muncul semakin
membuktikan tentang kebenaran al-Quran.
1. Pengertian Al-Qur’an
Secara bahasa Al-Quran artinya bacaan.
Sedangkan menurut istilah Al-Quran adalah Kalam (firman) Allah ta’ala yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lewat perantara
malaikat Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, dan bagi yang membacanya
termasuk ibadah.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an
kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (Al-Insan:23)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an
dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini
dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala
telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan
sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Isi dan kandungan al-Quran meliputi lima hal,
yaitu:
a. Tauhid (pengesaan Allah 'Azza wa jalla)
b. Ibadah (aktivitas yang menghidupkan tauhid)
c. Janji dan ancaman
d. Jalan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
e. Kisah dan cerita (kisah-kisah orang shalih dan
orang-orang yang ingkar/membangkang)
2. Kedudukan dan Fungsi Al Qur’an
Al-Qur’an sebagai
kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari
seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, hubungan manusia dengan Allah Subhanahu wa ta'ala (hablum
minallah), hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas),
dan hubungan manusia dengan alam.
Adapun fungsi al-Quran adalah sebagai petunjuk atau
pedoman kehidupan bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab
kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang
(orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat."
(QS. An Nisa : 105)
B. Pengertian dan kedudukan Al Hadits
1. Pengertian Al Hadits
Secara bahasa (etimologi) hadits berasal dari
bahasa Arab yang artinya baru (jadid), dekat (Qorib), dan berita
(khobar).
Secara istilah (terminologi) hadits adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam baik berupa ucapan (qauliyah), perbuatan (Fi’liyah), maupun ketetapan
(taqririyah) Nabi.
Jadi segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik itu
ucapan, perbuatan, maupun ketetapannya dianamakan sebagai hadits atau dalam
istilah lain disebut Sunnah/As-Sunnah.
2. Macam-macam Hadits
Dilihat dari segi banyak atau sedikitnya jumlah
perawi (orang yang meriwayatkan hadits), Hadits terbagi menjadi dua, yaitu
Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.
a. Hadits Mutawatir
Secara bahasa muatawir (المتواتر) adalah isim fa’il
yang diturunkan dari kata (التواتر) yakni (التتابع) yang artinya
berturut-turut.
Secara istilah hadits Mutawatir adalah hadits yang
periwayatnya (perawinya) banyak yang menurut kebiasaan mustahil bagi
mereka untuk sepakat berbohong.
Banyaknya periwayat hadits mutawatir ada dalam
setiap tingkatan (thabaqat) sanad. Dengan banyaknya orang yang menerima hadits
tersebut maka mustahil bagi para perawi itu bersepakat untuk berbohong
bersama-sama.
Syarat-sayarat Hadits Mutawatir:
1. Yang meriwayatkan (perawinya) jumlahnya banyak.
Para ulama’ berbeda pendapat menjadi beberapa pendapat dalam menentukan jumlah
paling sedikit yang disebut dengan ‘banyak’ ini. Pendapat yang terpilih adalah
jumlah orang yang meriwayatkannya paling sedikit sepuluh orang.
2. Perawi dengan jumlah yang banyak tersebut ada
pada setiap tingkatan sanad.
3. Mustahil menurut kebiasaan, mereka bersepakat
untuk dusta.
4. Sandaran khabar mereka adalah panca indera
seperti perkataan mereka, “kami mendengar”, “kami melihat”, “kami menyentuh”,
atau selainnya. Adapun apabila sandaran khabar mereka adalah aqal, seperti
misalnya pendapat tentang barunya alam semesta, maka khabar yang demikian itu
tidak disebut dengan khabar yang mutawatir.
b. Hadits Ahad
Secara bahasa Ahad (الآحاد) adalah jama’ dari (أحد)
maknanya adalah satu yaitu hadit yang diriwayatkan oleh satu orang perawi.
Secara istilah hadits Ahad adalah Hadits yang tidak
terkumpul padanya syarat-syarat hadits mutawatir.
Hadits Ahad dapat menghasilkan ilmu nadhari,
yaitu ilmu yang diperoleh setelah melakukan pengamatan dan pendalilan.
Jenis-jenis Hadits Ahad Berdasarkan jumlah jalur
periwayatannya
Berdasarkan jumlah jalur periwayatannya Hadits Ahad
terbagi menjadi tiga jenis:
1. Masyhur (المشهور).
2. Aziz (العزيز).
3. Gharib (الغريب).
Dilihat dari segi mutu periwayatannya hadits
terbagi menjadi Hadits Shahih, Hadits hasan, dan Hadits Dha'if.
Hadits shahih adalah hadits yang bersambung
sanadnya melalui penukilan perawi yang adil dan dhabit dari awal hingga akhir
sanad, tanpa adanya syadz dan ‘illat (cacat).
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya
dengan penukilan perawi yang adil yang kurang sempurna hafalannya, dari awal
hingga akhirnya, yang tidak ada padanya syadz dan juga ‘illat.
Hadits Dha'if adalah hadits yang tidak terdapat
padanya syarat-syarat hadits hasan.
3. Kedudukan dan Fungsi Al Hadits
"dan apa yang diberikan rasul kepadamu maka
terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS. Al Hasyr : 7)
Aku meninggalkan dua perkara untukmu sekalian,
kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang kepada keduanya yaitu
Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasulallah Shallallahu 'alaihi wa
sallam (HR. Imam Malik )
Adapun fungsi Hadits terhadap Al Qur’an
adalah :
a. Memperkuat hukum-hukum yang ditentukan
oleh Al Qur’an sehingga kedua-duanya (Al Qur’an dan Al Hadits ) menjadi sumber
hukum
Contoh, Allah SWT dalam Al Qur’an menjelaskan untuk
menjauhi perkataan dusta
Kemudian Al Hadits menguatkan atas tersebut
sebagai berikut :
Artinya: Maukah aku menjelaskan untuk kalian
tentang dosa-dosa yang paling besar? Para sahabat menjawab: "Baik yaa
Rosulallah". Beliau meneruskan perkataannya, syrik kepada Allah, durhaka
kepada kedua orang tua, seraya bangkit dari sandarannya seraya meneruskan
perkataannya, awas jauhilah perkataan dusta!
b. Menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang
masih bersifat umum misalnya ayat tentang haramnya bangkai yang
Allah jelaskan dalam Qur’an surat Al Maidah ayat 3
Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.
Kemudian dalam sebuah Hdits Rasulallah menjelaskan:
Artinya: Dihalalkan bagi kita dua macam
bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang,
sedangkan dua macam darah adalah, hati dan limpa ( ibnu majah dan hakim )
c. Menetapkan hukum baru atau aturan-aturan yang
tidak terdapat dalam Al Qur’an
Hukum yang merupakan produk hadits/sunnah yang
tidak ditunjukan oleh al-Qur’an antara lain mencuci bejana yang dijilat anjing
dengan mencucinya sebanyak tujuh kali salah satunya dengan tanah.
C. Pengertian,Kedudukan,dan Fungsi Ijtihad
1. Pengertian Ijtihad
Secara bahasa (etimologi) kata ijtihad berasal dari
bahasa Arab yang kata kerjanya “jahada” kemudian masuk wazan
"ifta'ala" menjadi ijtahad-yajtahidu-ijtihaadan,
yang artinya berusaha dengan sungguh-sungguh atau mengerhakan segala kemampuan.
Secara syari’ (terminology) adalah mengerahkan
upaya serius untuk melakukana pengambilan hukum syariah dari dalil-dalil
syariah. Atau upaya yang sungguh-sungguh untuk mengusahakan produk hukum
syariah baik yang aqliyah atau naqliyah berdasarkan sumber-sumber yang sudah
tetap seperti Al Quran, hadits, ijmak, qiyas dan lain-lain.
2. Macam-macam Ijtihad
Yusuf Al-Qardhawi membagi ijtihad menjadi dua,
yaitu ijtihad intiqai/tarjihi dan ijtihad insyai.
a. Ijtihad Intiqai/Tarjihi
Merupakan ijtihad yang dilakukan oleh seseorang
atau kelompok untuk memilih pendapat ahli fikih terdahulu dalam masalah
tertentu, dengan menyeleksi pendapat mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih
relevan untuk kondisi terkini.
b. Ijtihad Insyai (Ijtihad Kreatif)
Ijtihad ini diakukan dengan cara mengambil konklusi
(kesimpulan) hukum baru dalam suatu permasalahan yang belum pernah dikemukakan
oleh ulama fikih terdahulu. Pendapat baru yang dimaksud pun sama sekali
berbedda dengan pendapat yang dahulu, sebab telah diupayakan berbagai pemahaman
dan penelitian baru secara menyeluruh yang melibatkan berbagai ahli (ilmu
pengetahuan) yang terkait. Ali Hasballah menyebut ijtihad jenis ini
sebagai ijtihad kolektif (jama'i)
Sayikh Wahbah Az-Zuhaili menambahkan perlunya
penghayatan mendalam terhadap maqashid asy-syar'iah (tujuan syariat dalam
menetapkan hukum) diakalangan orang-orang yang terlibat dalam ijtihad insyai.
Tanpa penghayatan ini, hasil ijtihad akan melenceng dan tidak sesuai dengan
tujuan syariat itu sendiri.
3. Kedudukan dan fungsi ijtihad
Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum
Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits. Dalilnya adalah:
a. QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7
Artinya: : maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui
b. Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan
Ahmad
Artinya: Apabila seorang hakim membuat keputusan
apabila dia berijtihad dan benar maka dia mendapat dua pahala apabila salah
maka ia mendapat satu pahala.
c. Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan
Tirmidzi tentang dialog antara nabi Muhammad SAW dengan Muadz bin Jabbal
ketika akan diutus jad gubernut di Yaman.
Adapun fungsi ijtihad ialah untuk menetapkan hukum
sesuatu,yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur’an dan
Hadis.
D. Perilaku orang yang berpegang teguh kepada hukum
Islam
Setiap orang yang berpegang teguh kepada hukum
Islam dalam kehidupannya sehari-hari tentu dia akan menampilkan perilaku
yang terpuji yang diridhoi Nya dan menjauhkan diri dari perilaku yang
dimurkai Nya. Sikap perilaku yang dimaksud misalnya :
1. Mengimani Al Qur’an dan Al_Hadits
2. Menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi
pedoman dalam beribadah dan Pedoman dalam Kehidupan lainnya .
3. Berusaha untuk selalu berfikir Kritis
E. Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang
Teguh kepada Hukum Islam
1. Terhindar dari kesesatan
2. Menjadi Muslim yang Kaffah
3. Terhindar dari Taqlid
4. Menghargai Perbedaan
Perilaku orang yang berpegang teguh kepada hukum
Islam:
1. Mengimani Al Qur’an dan Al_Hadits
Sudah terang bahwa Al-Qur’an al-Karim dan hadis Rasulullah
SAW merupakan sumber ajaran Islam sekaligus pedoman hidup setiap muslim yang
mesti diperpegangi. Di dalam khazanah keislaman, al-Qur’an lazim disebut
sebagai sumber utama (pertama) dan hadis sebagai sumber kedua ajaran Islam
setelah al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang membacanya merupakan suatu ibadah
(Manna’ Khalil al-Qaththan, 1994:18). Sedangkan hadis atau biasa juga disebut
sunnah adalah segala perkataan, perbuatan dan hal ihwal yang berhubungan dengan
nabi Muhammad SAW (Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, 1989:108). Dalam kapasitasnya
sebagai pedoman hidup umat Islam, antara al-Qur’an dan hadis tidak dapat
dipisahkan karena al-Qur’an sebagai sumber utama dijelaskan oleh hadis,
sehingga hadis disebut sebagai bayan terhadap al-Qur’an surat al-Nahl ayat 44.
Merujuk pada uraian di atas, maka sebagai pedoman
hidup, al-Qur’an dan hadis mesti dijadikan imam atau ikutan dalam kehidupan
sehari-hari yang mana kedua-dua sumber tersebut dipatuhi, diacu dan di
laksanakan perintah-perintahnya serta dihentikan larangan-larangannya.
Berimam kepada al-Qur’an artinya mengikuti ajaran
yang terkandung di dalamnya, menjadikannya panutan dan acuan serta referensi
dalam berucap, berbuat dan lainnya. Perintah berimam kepada al-Qur’an dan
mengikutinya merupakan konsekwensi logis dari rukun iman yang ke tiga yaitu
iman kepada kitab. Di samping konsekwensi dari iman, berimam kepada al-Qur’an
juga merupakan khitab (perintah) dari Allah SWT, karena al-Qur’an diturunkan
untuk menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat Manusia (Q.S. al-Baqarah:
185).Perintah berimam atau mengikuti al-Qur’an, antara lain dapat ditemukan
teksnya melalui firman Allah SWT yaitu dalam surat al-An’am ayat 155, surat
al-A’raf ayat 3 dan surat az-Zumar ayat 55.
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ
فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami
turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat. (Q.S. al-An’am : 155)
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ
وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya) (Q.S. al-A’raf : 3).
Berimam kepada Hadis Rasulullah SAW artinya
menjadikan hadis Rasul sebagai pedoman dan acuan serta referensi dalam berucap,
berbuat dan lainnya atau mengikuti ajaran yang terkandung di dalamnya..
Perintah berimam kepada hadis Rasulullah SAW dan mengikutinya merupakan
konsekuensi logis dari beriman kepada Rasul. Sebenarnya ada lima kewajiban yang
harus dijalankan seorang muslim terhadap Rasulullah SAW, yaitu; mengimani
Rasulullah SAW, mentaati semua risalah dan sunnahnya, mencintai dan
menjadikannya sebagai figur, senantiasa bershalawat kepadanya dan mencintai
keluarga Rasulullah SAW.
Di dalam al-Qur’an Allah SWT menetapkan barometer
seseorang cinta kepada Allah SWT ditandai dengan seberapa cintanya ia kepada
Rasul atau hadis-hadisnya. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31
yang berbunyi :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran :
31)
2. Menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi
pedoman dalam beribadah dan Pedoman dalam Kehidupan lainnya .
Dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT haruslah
berpedoman pada ketentuan Allah SWT yang sudah tertera dalam Qur’an, Hadits
Nabi Muhammad SAW dan hasil ijthad para ahli /ulama. Ibadah yang tidak
berpedoman atau tidak merujuk kepada Al_Qur’an dan Al_hadits maka akan menjadi
bid’ah, yang akibatnya ibadah akan tertolak. Sebagaimana dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim,
مَنْ اَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ مِنْهُ
فَهُوَ رَدٌّ
Artinya : barang siapa yang mengada adakan sesuatu
dalam urusan kami ini (agama) yang tidak ada perintah dari kami, maka pekerjaan
itu akan ditolak.”
Al-Qur’an adalah peringatan dan petunjuk Allah
kepada umat manusia. Al-Qur’an dijelaskan secara terperinci dan jelas oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Dengan mengikuti Al-Qur’an dan
as-sunnah, umat manusia akan selamat dari tipudaya setan di dunia dan akhirat.
Dengan mengikuti Al-Qur’an dan as-sunnah, semua aspek kehidupan manusia di
dunia akan terbimbing dan diberkahi oleh Allah Ta’ala.
Demikian pula nasib manusia di akhirat kelak,
sebagai penduduk surga atau penduduk neraka, akan ditentukan dari sikap manusia
terhadap Al-Qur’an dan as-sunnah. Siapa beriman dan mengikuti petunjuk
Al-Qur’an dan as-sunnah niscaya akan menjadi penduduk surga. Dan barangsiapa
kafir dan membangkang dari Al-Qur’an dan as-sunnah niscaya akan menjadi
penduduk neraka. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ يَحْزَنُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Kami katakan: “Turunlah kalian semua dari surga!
Maka jika datang kepada kalian petunjuk darik-Ku, maka barangsiapa mengikuti
petunjuk-Ku niscaya mereka tidak akan merasakan takut dan tidak pula mereka
merasakan sedih. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami,
mereka itulah penduduk nereka, kekal mereka di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]:
38-39)
Allah Ta’ala juga berfirman:
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ
عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا
يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً
ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Allah berfirman: “Turunlah kalian semua dari surga!
Sebagian kalian akan menjadi musuh bagi sebagian lainnya. Maka jika datang
kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku niscaya
ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya
pada hari kiamat dalam keadaaan buta.” (QS. Thaha [20]: 123-124)
3. Berusaha untuk selalu berfikir Kritis
Berpikir kritis atau adalah sebuah metode berpikir
yang tidak menerima suatu data tanpa bukti atau sebab yang jelas. Orang yang
berpegang kepada Qur’an dan Hadits akan selalu berfikit kritis apakah
perilakunya sudah sesuai dengan ketentuan Al_Qur’an ? surt apa ? ayat berapa ?
dan dalam hadits? riwayat siapa? Ummat islam dilarang sama sekali untuk
bertaqlid yaitu, Mengikuti perkataan orang yang perkataannya bukan
hujjah.”Sebagaimana dalam Q.S. Al Isra’ ayat 36. Artinya :. dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang
Teguh kepada Hukum Islam
1. Terhindar dari kesesatan
Al_Qur’an dan Al Hadits adalah merupakan
sumber hukum Islam, Orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam berarti
berpegang teguh pada Al_ Qur’an dan Al_ Hadits. Berarti orang tersebut akan
terhindari kesesatan sebagaimana dalam Hadits riwayat Imam Malik
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا
تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ. (الإمام مالك)
Artinya : Aku tinggalkan dalam kalangan kamu dua
perkara yang kamu tidak sekali-kali akan sesat selagi kamu berpegang teguh
kepada keduanya, iaitu kitab Allah dan sunnah Rasulullah S.a.w.
2. Menjadi Muslim yang Kaffah
Kaffah secara bahasa artinya keseluruhan. Makna
secara bahasa tersebut bisa memberikan gambaran kepada kita mengenai makna dari
Muslim yang Kaffah, yakni menjadi muslim yang tidak “setengah-setengah” atau
menjadi muslim yang “sungguhan,” bukan “muslim-musliman.” Jadi Muslim yang
kaffah adalah seorang Muslim yang mengamalkan ajaran-ajaran Islam di setiap
aspek kehidupan. Seorang Muslim belum bisa disebut Muslim yang kaffah jika ia
belum menjalankan ajaran Islam di segala aspek kehidupannya. Dengan demikian,
Muslim yang kaffah berarti yang mau diatur hidupnya oleh hukum Islam secara
keseluruhan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. Al Maidah ayat 45 yang
berbunyi:
وَمَن لَّمۡ يَحۡڪُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ
Artinya : dan sesiapa yang tidak menghukum dengan
apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim." (Al-Maidah:5:45)
3. Terhindar dari Taqlid
Orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam akan
selalu membaca, mempelajari dan mengkaji sumber hukumnya yaitu Al Qur’an dan Al
Hadits maka dengan demikian akan terhindar dari ikut-ikutan tanpa
mengetahui dasar atau dalilnya dalam mengamalkan ajaran islam atau yang disebut
taqlid.
4. Menghargai Perbedaan
Perbedaan dalam mengamalkan ajaran Islam atau dalam
beribadah kepada Allah salah satunya disebabkan dalam perbedaan memahami Al
Qur’an misalnya adalah: Ada sebagian lafaz al-Qur'an yang mengandung lebih dari
satu arti (musytarak). Contoh lafaz "quru" dalam QS 2: 228. Dimana
quru’ bisa berarti suci bisa juga berarti haidh. Bahkan sebelum ayat tersebut
diturunkan, kata Quru' telah dikenal oleh bangsa Arab bahwa ia memiliki dua
arti; masa suci dan masa kotor.
Orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam
(Qur’an dan Hadits) akan memahami kondisi tersebut sehingga dalam menyikapai
perbedaan dalam pemahaman ibadah akan bijaksana .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar