. KETENTUAN PERNIKAHAN
1.
Hukum Menikah
A. Menikah
hukumnya sunah bagi seseorang yang mampu
melaksanakannya tetapi ia dapat menjaga nafsunya dari perbuatan zina.
B.
Menikah hukumnya wajib,bagi orang
yang takutterjerumus dalamperzinaan jika dia tidak menikah dan mampu untuk
melaksanakan pernikahan.
C.
Menikah hukumnya makruh bagi orang yang ingin menikah tetapi belum mampu memberi nafkah
untuk istri dan anaknya kelak.
D.
Menikah hukumnya haram bagi
orang yang bermaksud menyakiti perempuan
setelah dinikahi.
Yang dimaksud mampudalam hal ini adalah mampu
memberikan nafkah pokok kepada istrinya berupa makanan dan pakaian yang layak
baginya dan mampu membrikan nafkah batin kepada istrinya.
2. Syarat-syarat
Menikah
Syarat-syarat menikah adalah sebgai berikut :
A. Kedua
calon mempelai harus jeda statysnya
B. Keridaan
dari calon kedua mempelai
C. Wali,seorang
wanita tidak boleh menikah tanpa adanya wali
- Menikah hukumnya sunah bagi seseorang yang mampu
melaksanakannya tetapi ia dapat menjaga nafsunya dari perbuatan zina.
Wali adalah bapak dari calon mempelai
wanita.Dialah yang lebih berhak untuk menikahkannya kemudia orang yang ditunjuk
olehnya dalam pernikahan yaitu kakeknya(bapaknya bapak),saudara laki-laki dari
calon mempelai wanita,pamannya,asabah terdekat dari segi nasab,dan barulah
sultan (pemimpin).
Syarat seorang wali harus
laki-laki,merdeka,baling,berakal sehat,bijaksana,dan diharuskan orang yang sama
agamanya.Seorang sultan atau hakim yang ditunjukan oleh sultan berhak
menikahkan wanita kafir yang tidak memiliki wali.
D. Kedua
calon mempelai terhindar dari larangan-larangan menikah. Maksudnya,
tidak terdapat pada keduanya atau salah satunya apa yang
menghalanginya untuk melaksanakan pernikahan dari sgi keturunan ataupun
lainnya,seperti saudara susunan,perbedaan agama,dan sebagainya.
3.
Rukun Akad Menikah
Rukun akad ada empat,yaitu sebagai
berikut :
A.
Adanya calon suami istri yang
keduannya terbebas dari hal-hal yang menghalingi sahnyapernikahan,aeperti
saudara susunan,perbedaan agama,ataupun lainnya.
B.
Adanya wali dari calon mempelai
wanita yang berhak menikahkanya.Jika wali terdekat berhalangan,belum pantas
untuk menjadi wali,atau sedang tidak ada ditempat dan tidak mungkin untuk
dihadirkan kecuali dengan susah payah,maka hendaklah wali berikutnya yang
menikahkan
C.
Adanya ijab dan kabul.Ijab yaitu
kalimat yang bersumber dari wali atau dari orang yang menjadi wakilnya dengan
mengatakan saya nikahkan Anda Fulanah
binti Fulan atau kalimat yang semisalnya.Kabul yaitu kalimat yang bersumber
dari calon suami atauorang yang mewakilkannya dengan mengatakan saya terima pernikahan ini atau kalimat
yang semisalnya.Jika telah terjadi ijab dan kabul maka pernikahan tersebut sah.
D.
Adanya dua orang saksi yang adil dan
dewasa.Jika pernikahan tersebut telah diumumkan dan disaksikan oleh dua orang
saksi maka akad nikahnya telah sempurna.
Setelah akad nikah,diperbolehkan bagi seseorang untuk
melakukan hal-hal yang tidakboleh sebelumnyadi luar pernikahan.Diperbolehkan
untuk melakukan akad nikahdengan seseorang wanita,baik dia dalam keadaan suci
atau haid.
Besar
maskawin ditentukan oleh kedua belah pihak dan disunahkan memberikan maskawin
kepada istri sebesar maskawin saudara-saudara istri yang telah menikah,baik
kaka atau adik kandungnya,bibinya,dan yang lainnya.Suami diperbolehkan
memberikan maskawin kurang dari maskawin saudara-saudaranya jika istrinya
meridanya.
Kafaah (kesetaraan) antara suami
dan istri.Khafaah yang dimaksud
adalah dalam hal agama (ketaatan menjalankan agama) dan kemerdekaan.Jika
seorang wali telah menikahkan seorang wanita taat dalam agamanya dengan seorang
pria fasik atau wanita merdeka dengan seorang budak,maka nikahnya tetap
sah.Akan tetapi,wanita tersebut diberi pilihan antara tetap mempertahankan atau
bercerai.
4.
Khotbah Nikah
Disunahkan
sebelum akad untuk diadakan khotbah nikah.Sebagaimana di dalam khotbah yang
lainnya,khotbah nikah juga dimulai dengan hamdalah dan shalawat kepada
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.Kemudia,dibacakan beberapa ayat yang
berhubungan dengan pernikahan setelah itu barulah dilakukan akad nikah sambil
didampingi oleh dua orang saksi.
5.
Memberi Ucapan Selamat dalam
Pernikahan
Disunahkan untuk memberi ucapan selmat kepada pengantin,sebagimana
yang telah diriwayatka oleh Abu Hurairah.Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam
memberik selamat kepada seseorang yang menikah.Dalam sebuah hadist diriwayatkan
:
Artinya :
“ Dari Abu Hurairah bahwasannya Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam,apabila
seseorang menikah beliau mendoakannya,”Semoga Allah member berkah kepadamu dan
melimpahkan keberkahannya terhadapmu,serta menggabungkan kalian berdua dalam
kebaikan.”
6.
Perempuan yang Diharamkan untuk
Dinikahi
Perempuan yanf diharamkan terbagi menjadi
dua,yaitu sebagai berikut :
a.
Perempuan yang diharamkan untuk
selamanya terbagi menjadi tiga :
1)
Diharamkan berdasarkan nasab.Mereka
adalah ibu dan ke atasnya,anak perempuan dan bawahnya,saudara perempuan,saudara
perempuan sebapak,saudra perempuan seibu,anak saudara laki-laki,dan anak saudra
perempuan.
2)
Diharamkan berdasarkan susunan (semua
yang diharamkan berdasarkan nasab).Setiap wanita yang haram berdasarkan nasab
haram juga untuk dinikahi berdasarkan susunan.Susunan yang diharamkan adalah
lima kali susunan atau lebih ketika bayi masih dibawah umur dua tahun.Dihitung
satu kali susunan apabila bayi tersebut menyusu kepada kepada yang bukan ibunya
sampai kenyang.
3)
Diharamkan berdasarkan musaharah.Mereka adalah ibu istri
(mertua), anak istri dan suami lain jika dia telah berhubungan denga
ibunya,istri ayahnya,dan istrinya anak laki-laki.
Perempuan yang diharamkan berdasarkan nasab ada
tujuh.Begitu juga yang diharamkan berdasarkan susunan sedangkan yang diharamkan
berdasarkan musaharah ada empat.Allah Ta’ala berfirman :
“Diharamkan atas kamu(menikahi)ibu-ibumu,anak-anakmu
yang perempuan,saudra-saudaramu yang perempuan,saudara-saudara ayahmu yang
perempuan,saudara-saudara ibumu yang perempuan,anak-anak perempuan dari
saudara-saudara yang laki-laki,anak-anak perempuan dari saudar-saudara
perempuan,ibu-ibumu yang menyusui kamu,saudara-saudara perempuan
susunan,ibu-ibu istri(mertuan),anak-anak perempuan dari istrimu(anak tiri) yang
dalam peliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri,tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu(dan sudah kamu ceraikan),maka tidak berdosa kamu
(menikahinya),(dan diharamkanbagimu) istri-istri kandungmu(menantu),dan
(diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan)dua perempuan bersaudara,kecuali
yang terjadi pada masa lampau.Sungguh,Allah Maha Pengampun, Maha
Penyanyang.”(Q.S. an-Nisa 4;23)
b. Perempuan yang diharamkan pada waktu terbatas :
1) Dua orang perempuan yang bersaudara antara seorang perempuan dengan
jalur bibinya,baik dari jalur bapak atau ibu dan yang satu nasab atau satu
susunan.Jika salah satunya meninggal atau telah dicerai maka yang lain akan
menjadi halal.
2) Perempuan yang masih dalam masa iddah sampai selesai masa iddahnya.
3) Perempuan yang telah ditalak tiga sampai dia menikah dengan laki-laki
lain.
4) Perempuan yang dalam keadaan sedang ihram(melaksanakan haji).
5) Perempuan kafir sampai dia masuk islam.
6) Perempuan kafir yang bukan ahli kitab haram bagi setiap muslim sampai
perempuan tersebut memeluk islam.
D. HAK DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DAALAM
KELUARGA BERDASARKAN HUKUM ISLAM
Islam dating dengan cahayanya
yang menerangi dunia.Dalam islam kehidupan rumah tangga,islam sangat melindungi
peremenpuan.Rasullah sallallahu ‘alaihi wasallam sangat melindungi dan
menyayangi keluarganya.Hal ini dapat kita lihat dalam hadist berikut :
Artinya :
“Dari Aisyah Ra ia
berkata,”Rasulululah sallahallahu ‘alaihi wasallam,bersabda,”sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya dan yang paling baik
terhadap keluarga saya.”(H.R. at-Tirmizi dan Ibnu Majah)
1. Islam menetapkan insaniyyah(kemanusiaan)
seorang perempuan layaknya seorang lelaki.Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
“Wahai manusia!Sungguh, kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,kemudia kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertaqwa.Sungguh,Allah Maha Mengetahuai Maha Meneliti.”(Q.S.
al-Hujurat 49:13)
Penjelasan Al-Qur’an di atas menempatkan perempuan pada
posisi yang setara dengan pria dalam derajat kemanusiaan. Namun, berdasarkan
pada kesadaran akan adanya perbedaan-perbedaan keduanya,baik yang yang
menyangkut msalah fisik maupun psikis,islam
kemudian membedakan keduanya dalam beberapa persoalan,terutama yang menyangkut
fungsi dan peran masing-masing.Pewrbedaan ini dapat dikategorikan ke dalam dua
hal,yaitu dalam kehidupan keluarga dan kehidupan publik.
2.
Perempuan dijadikan sebagaisalah satu ahli waris dari harta kerabatnya
yang meninggal.Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua
dan kerabatnya,dan bagi perempuan ada hak bagian(pula) dari harta peninggalan
kedua arang tua dan kerabatnya,baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
ditetapkan.”(Q.S. an-Nisa 4:7)
3.
Seorang suami harus menasehati istrinya dengan cara-cara yang baik dan
lembut,tidak dengan cara-cara kasar.Seorang suami pun harus bersabar jika ada
sifat dan sikap istri yang kurang berkenan dihatinya.Allah wajibkan bagi suami
untuk bergaul dengan makruf terhadap istrinya.Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
“Dan
bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut.Jika kamu tidak menyukai
mereka,(maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu,padahal
Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.
4.
Allah Ta’ala menentapkan adanya mahar dalam pernikahan sebagai hak perempuan
yang harus diberikan secara sempurna kecuali bila perempuan merelakan dengan
kelapangan hatinya.Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
“Dan
berikanlah maskawin(mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang penuh kerelaan.Kemuadia,jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari(maskawin) itu dengan senang hati,maka terimalah dan nikmatilah
pemberian itu dengan senang hati.(Q.S. an-Nisa 4;19)
5.
Perempuan pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga
suaminya sebagai pemimpin atas anak-anaknya.Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam
kabarkan hal ini dalam sabdanya :
Artinya :
“
Dari Abdullah bin Umar Ra bahwasannya Rasullulah sallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,”Perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak
suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka(H.R. al-Bukhari dan Muslim)
E. HUKUM INDONESIA TENTANG PERNIKAHAN
Pernikahan di Indonesia secara
umum diatur oleh Undang-uandang Nomor 1 Tahun 1974 yang dikenal dengan
Undang-undang Perkawinan.Undang-udang ini berlaku bagiseluruh masyarakat
Indonesia.Namun untuk umat Islam,secara khusus diatur dengan Instruksi Presiden
nomor 1 Tahun 1991 tanggal 1 Juni 1991 tentang Penyebarluasan Buku Pedoman
Hukum Islam yang disebut Komplikasi Hukum Islam (HKI).Instruksi Presiden ini
ditetapkan pelaksanaanya dengan terbitnya keputusan Mentri Agama RI Nomor 154
Tahun 1991 yang ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1991.
1.
Batasan Umur Pernikahan
KHI
Pasal 15 Ayat 1 menyebutkan,”Untuk
kemaslahatan keluarga dan rumah tanggaperkawinan hanya boleh dilakukan calon
mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974,yaitu calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan
calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
Pengaturan umur semacam itu sebagai instrument untuk melihat kesiapan
dan kematangan jiwa dan raga dari kedua mempelai agar dapat mewujudkan tujuan
pernikahan secara baik dan sehat.Untuk itu,KHI Pasal 16 ayat 1 menyebutkan,”Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon
mempelai wanita,dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan,lisan,atau
isyarat tetapi juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang
tegas.”
2.
Kedudukan Pencatatan Nikah
KHI
Pasal 7 Ayat 1 menyebutkan,”Perkawinan
hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat
nikah.”
Selain
untuk melindungi hak-hak hokum kedua mempelai,pencatatan perkawinan juga untuk
menjamin ketertiban dalam urusan perkawinan dalam masyarakat,sebagaimana
disebutkan dalam KHI Pasal 5 Ayat 1,yaitu “Agar
terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam,maka perkawinan harus
dicatat.”
Dalam
menjalankan tugas-tugas hokum,Pegawai Pencatat Nikah mengharuskan setiap
perkawinan juga untuk menjamin ketertiban dilangsungkan di hadapan dan dibawah
pengawasan.KHI Pasal 6 Ayat 1 menyebutkan,”Untuk
memenuhi ketentuan pada pasal 5,setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah.”dan Ayat 2 menyebutkan,”Perkawinan
yang dilakukan di luar Pegawai Pencatat Nikah
tidak mempunyai kekuatan hokum.”
3.
Hukum Talak
Dari
sudut pandang KHI,talak adalah ikrar suami dihadapan siding Pengadilan Agama
yang menjadi sebab putusnya perkawinan.Oleh karena itu,putusnya ikatan
perkawinan,kecuali sebab cerai mati,harus berdasarkan keputusan Pengadilan
Agama.KHI Pasal 8 menyebutkan,
“Putusnya
perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan cerai berupa putusan
Pengadilan Agama,baik yang berbentuk putusan perceraian,ikrar talak,khulu, atau
putusan taklik talak.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar