Kamis, 16 Januari 2020

12 IPA 7 -


. KETENTUAN PERNIKAHAN
1.      Hukum Menikah
A.      Menikah hukumnya sunah  bagi seseorang yang mampu melaksanakannya tetapi ia dapat menjaga nafsunya dari perbuatan zina.
B.      Menikah hukumnya wajib,bagi orang yang takutterjerumus dalamperzinaan jika dia tidak menikah dan mampu untuk melaksanakan pernikahan.
C.      Menikah hukumnya makruh  bagi orang yang  ingin menikah tetapi belum mampu memberi nafkah untuk istri dan anaknya kelak.
D.     Menikah hukumnya haram bagi orang  yang bermaksud menyakiti perempuan setelah dinikahi.
 Yang dimaksud mampudalam hal ini adalah mampu memberikan nafkah pokok kepada istrinya berupa makanan dan pakaian yang layak baginya dan mampu membrikan nafkah batin kepada istrinya.
2.      Syarat-syarat Menikah
Syarat-syarat menikah adalah sebgai berikut :
A.      Kedua calon mempelai harus jeda statysnya
B.      Keridaan dari calon kedua mempelai
C.      Wali,seorang wanita tidak boleh menikah tanpa adanya wali
  1. Menikah hukumnya sunah  bagi seseorang yang mampu melaksanakannya tetapi ia dapat menjaga nafsunya dari perbuatan zina.
  Wali adalah bapak dari calon mempelai wanita.Dialah yang lebih berhak untuk menikahkannya kemudia orang yang ditunjuk olehnya dalam pernikahan yaitu kakeknya(bapaknya bapak),saudara laki-laki dari calon mempelai wanita,pamannya,asabah terdekat dari segi nasab,dan barulah sultan (pemimpin).
      Syarat seorang wali harus laki-laki,merdeka,baling,berakal sehat,bijaksana,dan diharuskan orang yang sama agamanya.Seorang sultan atau hakim yang ditunjukan oleh sultan berhak menikahkan wanita kafir yang tidak memiliki wali.
D.     Kedua calon mempelai terhindar dari larangan-larangan menikah. Maksudnya,
tidak terdapat pada keduanya atau salah satunya apa yang menghalanginya untuk melaksanakan pernikahan dari sgi keturunan ataupun lainnya,seperti saudara susunan,perbedaan agama,dan sebagainya.

3.      Rukun Akad Menikah
Rukun akad ada empat,yaitu sebagai berikut :
A.      Adanya calon suami istri yang keduannya terbebas dari hal-hal yang menghalingi sahnyapernikahan,aeperti saudara susunan,perbedaan agama,ataupun lainnya.
B.      Adanya wali dari calon mempelai wanita yang berhak menikahkanya.Jika wali terdekat berhalangan,belum pantas untuk menjadi wali,atau sedang tidak ada ditempat dan tidak mungkin untuk dihadirkan kecuali dengan susah payah,maka hendaklah wali berikutnya yang menikahkan
C.      Adanya ijab dan kabul.Ijab yaitu kalimat yang bersumber dari wali atau dari orang yang menjadi wakilnya dengan mengatakan saya nikahkan Anda Fulanah binti Fulan atau kalimat yang semisalnya.Kabul yaitu kalimat yang bersumber dari calon suami atauorang yang mewakilkannya dengan mengatakan saya terima pernikahan ini atau kalimat yang semisalnya.Jika telah terjadi ijab dan kabul maka pernikahan tersebut sah.
D.     Adanya dua orang saksi yang adil dan dewasa.Jika pernikahan tersebut telah diumumkan dan disaksikan oleh dua orang saksi maka akad nikahnya telah sempurna.
Setelah akad nikah,diperbolehkan bagi seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidakboleh sebelumnyadi luar pernikahan.Diperbolehkan untuk melakukan akad nikahdengan seseorang wanita,baik dia dalam keadaan suci atau haid.
     Besar maskawin ditentukan oleh kedua belah pihak dan disunahkan memberikan maskawin kepada istri sebesar maskawin saudara-saudara istri yang telah menikah,baik kaka atau adik kandungnya,bibinya,dan yang lainnya.Suami diperbolehkan memberikan maskawin kurang dari maskawin saudara-saudaranya jika istrinya meridanya.
Kafaah (kesetaraan) antara suami dan istri.Khafaah yang dimaksud adalah dalam hal agama (ketaatan menjalankan agama) dan kemerdekaan.Jika seorang wali telah menikahkan seorang wanita taat dalam agamanya dengan seorang pria fasik atau wanita merdeka dengan seorang budak,maka nikahnya tetap sah.Akan tetapi,wanita tersebut diberi pilihan antara tetap mempertahankan atau bercerai.
4.      Khotbah Nikah
      Disunahkan sebelum akad untuk diadakan khotbah nikah.Sebagaimana di dalam khotbah yang lainnya,khotbah nikah juga dimulai dengan hamdalah dan shalawat kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.Kemudia,dibacakan beberapa ayat yang berhubungan dengan pernikahan setelah itu barulah dilakukan akad nikah sambil didampingi oleh dua orang saksi.
5.      Memberi Ucapan Selamat dalam Pernikahan
Disunahkan untuk memberi ucapan selmat kepada pengantin,sebagimana yang telah diriwayatka oleh Abu Hurairah.Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam memberik selamat kepada seseorang yang menikah.Dalam sebuah hadist diriwayatkan :
Artinya :
   “ Dari Abu Hurairah bahwasannya Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam,apabila seseorang menikah beliau mendoakannya,”Semoga Allah member berkah kepadamu dan melimpahkan keberkahannya terhadapmu,serta menggabungkan kalian berdua dalam kebaikan.”
6.      Perempuan yang Diharamkan untuk Dinikahi
 Perempuan yanf diharamkan terbagi menjadi dua,yaitu sebagai berikut :
a.     Perempuan  yang diharamkan untuk selamanya terbagi menjadi tiga :
1)      Diharamkan berdasarkan nasab.Mereka adalah ibu dan ke atasnya,anak perempuan dan bawahnya,saudara perempuan,saudara perempuan sebapak,saudra perempuan seibu,anak saudara laki-laki,dan anak saudra perempuan.
2)      Diharamkan berdasarkan susunan (semua yang diharamkan berdasarkan nasab).Setiap wanita yang haram berdasarkan nasab haram juga untuk dinikahi berdasarkan susunan.Susunan yang diharamkan adalah lima kali susunan atau lebih ketika bayi masih dibawah umur dua tahun.Dihitung satu kali susunan apabila bayi tersebut menyusu kepada kepada yang bukan ibunya sampai kenyang.
3)      Diharamkan berdasarkan musaharah.Mereka adalah ibu istri (mertua), anak istri dan suami lain jika dia telah berhubungan denga ibunya,istri ayahnya,dan istrinya anak laki-laki.

      Perempuan yang diharamkan berdasarkan nasab ada tujuh.Begitu juga yang diharamkan berdasarkan susunan sedangkan yang diharamkan berdasarkan musaharah ada empat.Allah Ta’ala berfirman :
Diharamkan atas kamu(menikahi)ibu-ibumu,anak-anakmu yang perempuan,saudra-saudaramu yang perempuan,saudara-saudara ayahmu yang perempuan,saudara-saudara ibumu yang perempuan,anak-anak perempuan dari saudara-saudara yang laki-laki,anak-anak perempuan dari saudar-saudara perempuan,ibu-ibumu yang menyusui kamu,saudara-saudara perempuan susunan,ibu-ibu istri(mertuan),anak-anak perempuan dari istrimu(anak tiri) yang dalam peliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri,tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu(dan sudah kamu ceraikan),maka tidak berdosa kamu (menikahinya),(dan diharamkanbagimu) istri-istri kandungmu(menantu),dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan)dua perempuan bersaudara,kecuali yang terjadi pada masa lampau.Sungguh,Allah Maha Pengampun, Maha Penyanyang.”(Q.S. an-Nisa 4;23)
b. Perempuan  yang diharamkan pada waktu terbatas :
1)      Dua orang perempuan yang bersaudara antara seorang perempuan dengan jalur bibinya,baik dari jalur bapak atau ibu dan yang satu nasab atau satu susunan.Jika salah satunya meninggal atau telah dicerai maka yang lain akan menjadi halal.
2)      Perempuan yang masih dalam masa iddah sampai selesai masa iddahnya.
3)      Perempuan yang telah ditalak tiga sampai dia menikah dengan laki-laki lain.
4)      Perempuan yang dalam keadaan sedang ihram(melaksanakan haji).
5)      Perempuan kafir sampai dia masuk islam.
6)      Perempuan kafir yang bukan ahli kitab haram bagi setiap muslim sampai perempuan tersebut memeluk islam.
7)      Istri orang lain atau perempuan yang masih dalam masa iddah,kecuali budak miliknya.
D. HAK DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DAALAM KELUARGA BERDASARKAN HUKUM ISLAM     
      Islam dating dengan cahayanya yang menerangi dunia.Dalam islam kehidupan rumah tangga,islam sangat melindungi peremenpuan.Rasullah sallallahu ‘alaihi wasallam sangat melindungi dan menyayangi keluarganya.Hal ini dapat kita lihat dalam hadist berikut :
Artinya :
    Dari Aisyah Ra ia berkata,”Rasulululah sallahallahu ‘alaihi wasallam,bersabda,”sebaik-baik kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya dan yang paling baik terhadap keluarga saya.”(H.R. at-Tirmizi dan Ibnu Majah)
1.      Islam menetapkan insaniyyah(kemanusiaan) seorang perempuan layaknya seorang lelaki.Allah Ta’ala berfirman :
 Artinya :
   “Wahai manusia!Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,kemudia kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.Sungguh,Allah Maha Mengetahuai Maha Meneliti.”(Q.S. al-Hujurat 49:13)
       Penjelasan  Al-Qur’an di atas menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan pria dalam derajat kemanusiaan. Namun, berdasarkan pada kesadaran akan adanya perbedaan-perbedaan keduanya,baik yang yang menyangkut msalah fisik maupun psikis,islam kemudian membedakan keduanya dalam beberapa persoalan,terutama yang menyangkut fungsi dan peran masing-masing.Pewrbedaan ini dapat dikategorikan ke dalam dua hal,yaitu dalam kehidupan keluarga dan kehidupan publik.
2.       Perempuan dijadikan sebagaisalah satu ahli waris dari harta kerabatnya yang meninggal.Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
     “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya,dan bagi perempuan ada hak bagian(pula) dari harta peninggalan kedua arang tua dan kerabatnya,baik sedikit atau banyak menurut bagian yang ditetapkan.”(Q.S. an-Nisa 4:7)
3.       Seorang suami harus menasehati istrinya dengan cara-cara yang baik dan lembut,tidak dengan cara-cara kasar.Seorang suami pun harus bersabar jika ada sifat dan sikap istri yang kurang berkenan dihatinya.Allah wajibkan bagi suami untuk bergaul dengan makruf terhadap istrinya.Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
     “Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut.Jika kamu tidak menyukai mereka,(maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu,padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.
4.       Allah Ta’ala menentapkan adanya mahar dalam pernikahan sebagai hak perempuan yang harus diberikan secara sempurna kecuali bila perempuan merelakan dengan kelapangan hatinya.Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
    “Dan berikanlah maskawin(mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.Kemuadia,jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari(maskawin) itu dengan senang hati,maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.(Q.S. an-Nisa 4;19)
5.       Perempuan pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya sebagai pemimpin atas anak-anaknya.Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam kabarkan hal ini dalam sabdanya :
Artinya :
    “ Dari Abdullah bin Umar Ra bahwasannya Rasullulah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka(H.R. al-Bukhari dan Muslim)
E. HUKUM INDONESIA TENTANG PERNIKAHAN
     Pernikahan di Indonesia secara umum diatur oleh Undang-uandang Nomor 1 Tahun 1974 yang dikenal dengan Undang-undang Perkawinan.Undang-udang ini berlaku bagiseluruh masyarakat Indonesia.Namun untuk umat Islam,secara khusus diatur dengan Instruksi Presiden nomor 1 Tahun 1991 tanggal 1 Juni 1991 tentang Penyebarluasan Buku Pedoman Hukum Islam yang disebut Komplikasi Hukum Islam (HKI).Instruksi Presiden ini ditetapkan pelaksanaanya dengan terbitnya keputusan Mentri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 yang ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1991.
1.       Batasan Umur Pernikahan
    KHI Pasal 15 Ayat 1 menyebutkan,”Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tanggaperkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974,yaitu calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

   Pengaturan umur semacam itu sebagai instrument untuk melihat kesiapan dan kematangan jiwa dan raga dari kedua mempelai agar dapat mewujudkan tujuan pernikahan secara baik dan sehat.Untuk itu,KHI Pasal 16 ayat 1 menyebutkan,”Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai wanita,dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan,lisan,atau isyarat tetapi juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.”

2.       Kedudukan Pencatatan Nikah
    KHI Pasal 7 Ayat 1 menyebutkan,”Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah.”
  
   Selain untuk melindungi hak-hak hokum kedua mempelai,pencatatan perkawinan juga untuk menjamin ketertiban dalam urusan perkawinan dalam masyarakat,sebagaimana disebutkan dalam KHI Pasal 5 Ayat 1,yaitu “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam,maka perkawinan harus dicatat.”
     Dalam menjalankan tugas-tugas hokum,Pegawai Pencatat Nikah mengharuskan setiap perkawinan juga untuk menjamin ketertiban dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan.KHI Pasal 6 Ayat 1 menyebutkan,”Untuk memenuhi ketentuan pada pasal 5,setiap perkawinan harus dilangsungkan  di hadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.”dan Ayat 2 menyebutkan,”Perkawinan yang dilakukan di luar Pegawai Pencatat Nikah  tidak mempunyai kekuatan hokum.”

3.       Hukum Talak
    Dari sudut pandang KHI,talak adalah ikrar suami dihadapan siding Pengadilan Agama yang menjadi sebab putusnya perkawinan.Oleh karena itu,putusnya ikatan perkawinan,kecuali sebab cerai mati,harus berdasarkan keputusan Pengadilan Agama.KHI Pasal 8 menyebutkan,
Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan cerai berupa putusan Pengadilan Agama,baik yang berbentuk putusan perceraian,ikrar talak,khulu, atau putusan taklik talak.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar